Konsep kenabian merupakan hal yang sangat urgen dalam dunia Islam. Salah satu bahasannya adalah khatam al-nabiyyin . Kalimat khatam al-nabiyyin ternyata memiliki beragam makna di kalangan umat Islam. Dua kelompok yang cukup concern dengan masalah ini adalah Ahlu Sunnah dan Ahmadiyah. Keduanya memiliki pemaknaan yang berbeda tentang khatam al-nabiyyin bahkan dianggap saling bertentangan dan mengakibatkan konflik sosial antar umat seagama. Setelah melakukan penelitian tentang perbedaan konsep kenabian antara Ahlu Sunnah dan Ahmadiyah, ditemukan bahwa dalam memahami konsep kenabian, baik Ahlu Sunnah maupun ahmadiyah sama-sama merujuk pada ayat yang sama yaitu pada QS al-Ahzab/33:40. Perbedaannya terletak pada pemaknaan istilah khatam al-nabiyyin pada ayat tersebut. Ahlu Sunnah memaknainya sebagai penutup sementara Ahmadiyah memaknainya sebagai stempel, cincin, perhiasan, dan paling mulia. Tampaknya Ahlu Sunnah memaknai istilah khatam al-nabiyyin tersebut secara literal (haqiqi), sementara Ahmadiyah memaknainya secara metafor (majazi). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang prinsip (ushuli) terhadap kedua pemahaman tersebut melainkan sekedar perbedaan penafsiran objek dalil (nash). Kalau pun terdapat perbedaan yang prinsip (ushul) adalah perbedaan prinsip yang dalilnya masuk kategori dugaan (zhanni). Hal ini cukup beralasan disebabkan masih terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam mengkategorikan ayat qat’i (pasti) dan zhanni (dugaan), begitu pula masih umumnya pendefinisian dan pengkategorian persoalan ushuli dan furu’i dalam agama. Implikasi dari penelitian ini adalah a) Pemikiran modern hendaknya menjadi basis bagi pemahaman teologi saat ini. b) Pemikiran modern hendaknya dijadikan dasar bagi pemahaman yang toleran dan terbuka terhadap perbedaan pendapat c) Prinsip pemikiran Muhammad Abduh yang bersifat rasional hendaknya menjadi dasar bagi pemahaman teologi modern.
Copyrights © 2021