Masyarakat Kerinci sebelum kedatangan Belanda mempunyai dua pola kepmimpinan yaitu kaum adat dan ulama, mereka mempunyai peran signitifikan di tengah masyarakat Kerinci dalam menyusun serta menerapkan peraturan-peraturan yang ada. Kedatangan Kolonialisme ke Kerinci dianggap merusak struktur dan tatanan masyarakat, sehingga kaum adat dan ulama melakukan pergerakan anti penjajahan dengan berbagai bentuk dan pola perlawanan. Semenjak kedatangan Islam ke Kerinci, masjid sudah memiliki posisi penting, ia tidak hanya sebagai tempat ibadah saja, melainkan mempunyai multifungsi yang digunakan oleh para ulama dan umat Islam di Kerinci. Pada Awal Abad ke-20 merupakan puncak dari Kolonialisme Belanda di Indonesia, hampir disetiap penjuru wilayah Indonesia dijajah oleh Belanda termasuk wilayah Kerinci, untuk merespon kedatangan Belanda tersebut, ulama dan masyarakat Kerinci di sekitar Pulau Tengah menjadikan Masjid Keramat sebagai pusat perlawanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research dengan pendekatan metode penelitian sejarah, dengan ditemukan bahwa Masjid Keramat adalah pranata terpenting bagi masyarakat Kerinci, sehingga Masjid Keramat dijadikan pusat perlawanan yang berupa: tempat musyawarah, benteng pertahanan, tempat pembekalan para lasykar dan pembekalan ilmu agama. Perlawanan kaum adat dipimpin oleh Depati Parbo dengan strategi bergerilya dan membangun benteng di berbagai tempat di wilayah kerinci dengan dibantu oleh depati yang lainnya. Komunikasi yang intens antar Depati dilakukan oleh kaum adat dalam membentuk pertahanan.Sedangkanperlawanan ulama dipimpin oleh H. Ismael di Pulau Tengah, perlawanan kaum ulama menggunakan justifikasi agama dengan menjadikan masjid Keramat sebagai poros utama dan pusat pergerakan perlawanan terhadap Belanda, strategi yang digunakan adalah perang secara terbuka dengan mendirikan benteng di berbagai titik di Pulau Tengah.
Copyrights © 2022