Sejak pertama kali diumumkan, kasus COVID-19 di Indonesia terus bertambah. Pandemi tersebut tidak lagi sekedar masalah dalam bidang kesehatan tetapi menjadi masalah dalam bidang sosial. Salah satu dampak sosial dari pandemi COVID-19 yaitu adanya stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang yang tertular atau diduga tertular penyakit tersebut. Selain itu, hoaks dan informasi yang salah atau tidak lengkap juga marak. Berbagai kasus stigmatisasi, diskriminasi, dan penyebaran hoaks menunjukkan adanya masalah dalam aspek informasi mengenai COVID-19. Dampak dari masalah itu lebih terasa dalam level mikro, yaitu di lingkungan permukiman, di mana warga harus menyikapi adanya kasus COVID-19 yang ada di hadapan mereka. Sehubungan dengan itu, tulisan ini bertujuan untuk memaparkan perilaku masyarakat Jabodetabek dalam penyebaran informasi mengenai kasus COVID-19 di lingkungan tempat tinggal mereka. Tulisan ini dibuat berdasarkan suatu penelitian survei yang dilakukan secara online oleh Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya Universitas Indonesia (KSM EP UI) dari akhir Mei hingga akhir Juni 2020. Survei tersebut berhasil mengumpulkan 254 respon. Data yang terkumpul kemudian diolah secara statistik deskriptif untuk melihat pola dan kecenderungan perilaku berinformasi masyarakat dalam penyebaran informasi tentang COVID-19. Hasil survei menunjukkan bahwa dalam kondisi riil atau nyata responden cenderung pasif dalam penyebaran informasi; tetapi dalam kondisi hipotetis atau pengandaian, mereka cenderung aktif. Saluran penyebaran informasi yang dipilih responden yang utama yaitu saluran yang lebih pribadi, dalam hal ini keluarga; dan mereka menghindari penyebaran informasi melalui medsos. Adapun saluran yang dapat dianggap “formal”, yaitu ketua/pengurus RT/RW, cenderung tidak menjadi pilihan dalam kondisi riil.
Copyrights © 2021