JURNAL KONFIKS
Vol 8, No 1 (2021): KONFIKS

SOLASTALGIA DAN PARADOKSAL UPAYA PENYELAMATAN LINGKUNGAN PADA TIGA CERPEN MERAYU LANGIT (2017)

Farah Dibaj (Universitas Indonesia)
Suma Riella Rusdiarti (Universitas Indonesia)



Article Info

Publish Date
06 Aug 2022

Abstract

Pemikiran antroposentris mengakibatkan munculnya kerusakan lingkungan. Seringkali, teknologi menjadi instrumen ketamakan sekaligus pemusnahan manusia. Kerusakan sebuah tempat (place pathology) menghilangkan rasa nyaman (solace) seseorang dalam berumah (A. G. Albrecht, 2019). Solastalgia kemudian muncul untuk memperlihatkan hubungan antara lingkungan biofisik dan jiwa seseorang (psychoterratic). Ketiga cerpen dalam kumpulan cerpen (Mahendra, 2017) secara implisit mengandung kritik terhadap antroposentrisme dan modernisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi. Penelitian dengan metode kualitatif-dekstriptif ini bertujuan untuk memperlihatkan relasi antara manusia dan tempat (psychoterratic) dalam ketiga cerpen memunculkan solastalgia sebagai pendorong upaya penyelamatan lingkungan pada tokoh dalam cerpen. Dengan memakai teori solastalgia dari (G. Albrecht, 2019), penelitian menunjukkan bahwa tokoh dalam cerpen merasakan solastalgia yang muncul dari tempat tinggal yang mengalami kerusakan akibat radiasi nuklir, disebabkan karena mereka harus tetap tinggal di tanah tersebut. Lebih lanjut, tokoh Ibu memperlihatkan sikap paradoksalnya sebagai upaya penyelamatan lingkungan. Pada satu sisi, Ibu memberikan tanggung jawab berupa novel peringatan ke pada anaknya untuk menyelamatkan lingkungan, namun, di sisi lain, sang Ibu selalu mengelak jika sang anak bertanya mengenai apa yang Ibu dan Ayah bicarakan. Maka, dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa solastalgia dapat hadir sebagai pendorong adanya upaya penyelamatan lingkungan

Copyrights © 2021