Tindak pidana pencurian sampai saat ini masih dilematis dan menjadi masalah yang cukup serius serta memerlukan pemecahan. Permasalahan dalam ini adalah bagaimana pengaturan alat bukti elektronik dalam hukum acara pidana di Indonesia, bagaimana kekuatan pembuktian rekaman CCTV dalam penyelesaian tindak pidana pencurian dengan pemberatan, bagaimana kedudukan hukum rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan berdasarkan Putusan Nomor 3398/Pid.B/2017/PN.Mdn. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (library research). Analisis data yang digunakan adalah data kualitatif. Pengaturan alat bukti elektronik berupa CCTV sebagai alat bukti dalam proses peradilan pidana sebagai Alat bukti diatur dalam Pasal 188 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan pasal 5 ayat (2) UU ITE mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia oleh UU ITE Kekuatan pembuktian rekaman CCTV dalam penyelesaian tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagai alat bukti dalam proses peradilan pidana CCTV dapat dipergunakan sebagai alat bukti petunjuk, jika CCTV tersebut mempunyai keterkaitan antara keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 188 Ayat (2) KUHAP. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Kedudukan hukum rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan berdasarkan Putusan Nomor 3398/Pid.B/2017/PN.Mdn menurut Majelis Hakim menjadikan Rekaman CCTV sebagai penguat dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan dalam penyelidikan.
Copyrights © 2022