Dalam atmosfer tradisional sebuah mitos senantiasa berelasi dengan tiga struktur, alam, manusia dan Tuhan. Sehingga tidak ada mitos yang tidak memiliki titik-titik relasi ketiga hal ini. Namun, dalam dunia di mana hegemoni modernisme mendominasi cara berpikir dan bertindak, sehingga pada gilirannya menciptakan atmosfer modernya sendiri, titik-titik yang saling bersambungan dalam dunia tradisional terputus satu sama lain. Implikasinya, tatanan kosmos tradisional pecah, terfragmentasi. Dunia tradisional juga memberikan tanda, sekaligus juga jalan pada sejenis upaya penjagaan yang bersifat lembut atas realitas, melalui mitos. Di mana kata kuncinya adalah keselarasan, melalui mitos, tradisi mempertahankan domain alam, manusia dan Tuhan, bekerja secara bersamaan. Dalam konteks inilah penelitian ini hendak menelaah sejauh mana pengaruh mitos masih jadi pedoman (dalam masyarakat Desa Darmaraja-Sumedang) dan mempertahankan relevansinya di hadapan kepungan pengaruh modernisme. Adalah mitos—yang kemudian menjadi kearifan lokal atau anutan kepercayaan—di sana dipertahankan, atau justru dikompromikan dengan keadaan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa mitos larangan membangun rumah bertingkat (dalam masyarakat Desa Darmaraja-Sumedang) dipertahankan, dan sekalipun sudah ada yang melanggar mitos ini, secara filosofis dan secara faktual, data menunjukan kekukuhan mitos.
Copyrights © 2023