Pelaksanaan isbat nikah dilaksanakan atas dasar Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat (3) yang menyebut bahwa isbah nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan, Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian, Hilangnya Akta Nikah, Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan, Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974; dan Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Dalam perspektif fikih, isbat nikah dalam arti penetapan untuk dicatatkan memang bukan suatu kewajiban mengingat tidak adanya nash baik Alquran maupun hadis yang secara eksplisit menjelaskan tentang keharusan isbat nikah. Dampak yang ditimbulkan apabila hakim menolak bagi yang mengajukan itsbat nikah maka akan berdampak kepada pencatatan kependuduka,pendidikan anaknya dan pembagian harta karena status perkawinan suami istri tersebut tidak sah secara negara, sehingga suami dan istri tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagai suami istri menurut negara, dan juga anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut dianggap anak luar kawin oleh Negara, begitupun dampaknya apabila semua diterima oleh hakim yang mengajukan istbat nikah maka dampak yang ditimbulkan adalah mudahnya bagi masyarakat untuk melakukan nikah siri, sehingga hal tersebut kontroversi.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2023