AbstrakAborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku maupun pada masyarakat luas. Dengan disahkannya Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi masih menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu pendekatan yuridis normatif.Berdasarkan hasil penelitian perlunya dekriminalisasi aborsi dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang mempunyai tujuan terciptanya paying hokum bagi pelaku aborsi dan tenaga ahli yang membantunya karena indikasi kedaruratan medis maupun kehamilan akibat perkosaan, dan factor penghambat dekriminalisasi aborsi yaitu factor hokum itu sendiri, factor aparat penegak hukum, factor sarana atau prasarana, factor masyarakat, serta factor kebudayaan.Saran penulis yaitu sebaiknya pemerintah perlu meninjau kembali Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi khususnya Pasal 31 danPasal 34 dalam waktu pembuktian korban perkosaan yang dibatasi hanya dalam waktu 40 hari karena batasan waktu tersebut belum relatif bagi aparat hukum untuk membuktikannya,serta mengenai aspek pembuktian kehamilan akibat korban perkosaan agar tidak menimbulkan suatu kesan melegitimasi perbuatan aborsi dalam bentuk apapun.Kata kunci: Aborsi, Dekriminalisasi, KesehatanReproduksi   Â
Copyrights © 2015