Ulama klasik dan konvensional tidak mensyaratkan perempuan janda yang memiliki anak yatim sebagai syarat mutlak keabsahan berpoligami. Pandangan tersebut berbeda dengan pandangan Muhammad Syahrur, ulama kontemporer, yang menyebutkan bahwa poligami hanya dapat dilakukan dengan perempuan janda yang memiliki anak yatim. Pendapat Syahrur ini, jika dilihat selayang pandang, menemukan implementasinya dalam Peraturan Perkawinan Irak yang masih berlaku hingga dewasa ini. Sejauh mana konsep poligami Syahrur terimplementasi dalam tubuh Peraturan Perkawinan Irak dan bagaimana ushul fikih memandang keakuratan konsep poligami Syahrur tersebut merupakan persoalan yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Dengan penelitian berjenis library research dan metode deskriptif-analitis serta ditambah dengan pendekatan ushul fikih, penelitian ini menemukan bahwa konsep poligami Syahrur, walau belum seutuhnya, telah terimplementasi dalam Peraturan Perkawinan Irak. Hanya saja, dalam Peraturan Perkawinan Irak tidak disebutkan secara jelas apakah perempuan janda tersebut harus memiliki anak yatim atau tidak, Peraturan Perkawinan Irak juga terlihat begitu longgar, karena tidak memberlakukan syarat-syarat poligami umumnya terhadap perempuan janda, seperti keadilan sebagaimana Syahrur. Konsep poligami Syahrur, dalam lensa ushul fikih mengandung kelemahan dan kesesuaian. Kelemahannya adalah absennya teks-teks Hadis dalam ijtihad Syahrur yang merupakan sumber hukum penting dalam ushul fikih. Sedangkan kesesuaiannya adalah pengetatan pemberlakuan poligami Syahrur selaras dengan cita ushul fikih.
Copyrights © 2023