Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Burnout Karyawan di PT Harian Rakyat Bengkulu Pers Praningrum, Praningrum; Ariyadi, Ariyadi
Jurnal Manajemen Bisnis Vol 1, No 1: March 2010
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The reasearch objective was “to investigate the influence of psycological working environment, job promotion, wages, social support from corporation, and the demands of work on the editorial staff burnout at PT Harian rakyat Bengkulu either simultaneously or partially.Data used in this study are primary data obtained by qustionire. The sampling technique used was purposive sampling methode by taking all the employees that Bengkulu People’s Daily editorial PT Bengkulu Press as many as 35 people.The result showed that the psycological work environment factors, promotion, wages, social support from superiors, and the demands of work had significant and negative effect on employee burnout in PT Bengkulu Press People’s Daily. Variable contribution amounted to 76,5% while the rest of 23,5% influenced by other factors not included in this study.
IMPLEMENTASI PENYIDIK KEPOLISIAN MENANGANI TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI POLRES BARITO UTARA Noor, Herri Sophian; Sanawiah, Sanawiah; Ariyadi, Ariyadi
TEACHING AND LEARNING JOURNAL OF MANDALIKA (TEACHER) e- ISSN 2721-9666 Vol. 4 No. 2 (2024)
Publisher : INSTITUT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN MANDALIKA INDONESIA (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Perbuatan kekerasan fisik menurut hukum pidana Islam dapat digolongkan kepada perbuatan kejahatan terhadap nyawa atau badan orang lain, perbuatan itu merupakan bentuk tindak pidana penganiayaan atas selain jiwa. Pemukulan adalah salah satu bentuk kekerasan dan termasuk tindak pidana sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga. adapun yang menjadi pokok masalah adalah meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga setiap tahun dikarenakan keengganan seorang korban untuk melaporkan kepada Kepolisian, kemudian dalam proses penyidikan dan pemeriksaan kasus KDRT korban sering mencabut laporannya karena merasa KDRT merupakan suatu aib atau rahasia keluarga yang bersifat pribadi (privat). serta kurangnya Pengetahuan masyarakat mengenai KDRT, baik dari segi prosedur hukumnya ataupun perlindungan hukum bagi korban, Padahal keterangan dari korban sangat diperlukan dalam suatu pemeriksaan dan pembuktian perkara pidana karena korban yang secara langsung melihat, mendengar dan mengalami tindak pidana yang terjadi. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan menggunakan data dan sumber yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier perilaku (hukum) secara langsung bagaimana Konsep Kepolisian Menangani Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Muara Teweh Kabupaten Barito Utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa peran kepolisian dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sudah berjalan baik namun belum optimal, hal ini dikarenakan meningkatnya angka tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di kabupaten Barito Utara dalam kurun waktu 3 tahun belakangan ini. Peran kepolisian sebagai penyidik dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Barito Utara yaitu apabila penyelesaian tindak pidana dilakukan melalui mediasi maka kepolisian memiliki peran sebagai mediator (penengah) sedangkan apabila diselesaikan melalui jalur hukum maka peran kepolisian hanya sebatas sebagai penyidik dan penyelidik saja, Adapun hambatan-hambatan yang ditemui oleh kepolisian Unit PPA dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yaitu hambatan yang berasal dari korban itu sendiri, hambatan yang berasal dari keluarga baik itu keluarga korban maupun pelaku serta hambatan yang datang dari masyarakat. berdasarkan hal tersebut ada upaya dari kepolisian dalam mengatsi hal tersebut yakni dengan cara melakukan sosialisasi serta bekerjasama dengan instansi instansi terkait.
BIMBINGAN AGAMA TERHADAP ANGGOTA POLISI YANG MENGAJUKAN PERCERAIAN DI WILAYAH KEPOLISIAN RESOR BARITO UTARA Noor, Rocky Zulian; Norcahyono, Norcahyono; Ariyadi, Ariyadi
TEACHING AND LEARNING JOURNAL OF MANDALIKA (TEACHER) e- ISSN 2721-9666 Vol. 4 No. 2 (2024)
Publisher : INSTITUT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN MANDALIKA INDONESIA (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Perkawinan, Perceraian dan Rujuk bagi Anggota Polri di atur bahwa anggota Polri yang ingin mengajukan gugat cerai harus ada ijin tertulis dari pejabat yang berwenang (atasanya), Pada Pasal 19 Perkapolri Nomor 9 Tahun 2010 dinyatakan bahwa setiap pegawai negeri pada polri yang akan melaksanakan perceraian wajib mengajukan surat permohonan ijin cerai kepada Kasatker (Kepala Satuan Kerja). Proses perceraian untuk kalangan kepolisian cukup banyak, sebab proses yang mereka lalui Seperti mediasi, dan Bimbigan Agama. jika belum juga menemukan titik terang maka mediasi dan Bimbingan Agama dilakukan lagi dengan melakukan sidang dan menghadirkan beberapa pihak yang terkait seperti ketua bidang Sumber Daya Manusia, Pengurus Daerah (PD) Bayangkari Poldasu, bidang Poldasu, bidang psikologi dan bidang rohaniawan untuk menunggu hasil sidang untuk dikeluarkan surat perceraian. Dalam penelitian ini rumusan masalah yaitu apa faktor penyebab perceraian dan Apa saja hambatan dan upaya pembimbing agama dalam mengatasi permasalahan pengajuan perceraian serta bagaimana metode bimbingan agama terhadap personil polisi yang mengajukan perceraian di Wilayah Kepolisian Resor Barito Utara. Metode dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini penelitian hukum empiris. penelitian dilakukan dengan cara terjun langsung kedaerah objek penelitian guna memperoleh data yang berhubungan dengan menangani bimbingan agama terhadap anggota polisi yang mengajukan perceraian di wiliyah kepolisian resor barito utara. Hasil Penelitian menunjukan bahwa Keharmonisan dalam keluarga dapat hilang karena adanya perselingkuhan dan tidak ada keturunan. Hal itulah yang bisa membuat pertengkaran dalam pernikahan dan berujung perceraian. Adapun hambatannya, pasangan tidak mau mendengarkan Bimbingn Agama dengan upaya agar bisa rujuk kembali. Cara atau pendekatan secara kekeluargaan melalui orang tua atau keluarga dekat ketika terjadi keributan didalam rumah tangga merupakan langkah pertama yang dilakukan. Bimbingan agama dengan metode ceramah, memberikan pengertian secara agama dampak dari perceraian terdahap suami, istri, serta anak, supaya mereka berfikir kembali bahwa perceraian tidaklah dipikirkan karena ke egoisan. Metode informatif, Dengan memberikan nasehat-nasehat, dan solusi agar mampu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Metode ini bisa di lakukan dengan menghadirkan keluarga yang bersangkutan. Metode sugesti dan persuasif, yaitu dengan diberikan waktu untuk mengingat bahwa mereka dulu adalah pasangan yang serasi dan saling menyayangi dan memutuskan untuk menikah. Kemudian Metode diskusi yaitu dengan cara berdiskusi dengan santai agar pasangan yang ingin bercerai nyaman dan menceritakan semua hal yang dirasakan dan mengapa ingin bercerai dengan sejujur-jujurnya.
KONSEP SIDANG PRA NIKAH ANGGOTA KEPOLISAN (STUDI KEPOLISIAN RESOR BARITO UTARA) Rianto, Roni Juniar Adi; Achmadi, Achmadi; Ariyadi, Ariyadi
TEACHING AND LEARNING JOURNAL OF MANDALIKA (TEACHER) e- ISSN 2721-9666 Vol. 4 No. 2 (2024)
Publisher : INSTITUT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN MANDALIKA INDONESIA (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bimbingan pra nikah yaitu suatu bimbingan yang diberikan kepada calon suami dan calon istri, berupa nasehat, arahan, dan pemahaman kepada kedua calon mempelai terebut sebelum memasuki akad nikah secara resmi atau sah. Pembinaan pra nikah kepada pasangan calon pengantin (catin) merupakan leading sector BP4 (Badan Penasihatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan) sebagai lembaga semi resmi yang bertugas membantu Departemen Agama dalam meningkatkan mutu perkawinan. Persyaratan umum untuk mengikuti sidang pranikah sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengajuan Perkawinan Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri Pada Kepolisian Republik Indonesia. Berdasarkan dari peraturan diwajibkannya melaksanakan pembinaan pra nikah, ternyata masih saja ada anggota yang tidak melaksanakan tata cara pembinaan pra nikah sebelum akad nikah, padahal hal tersebut sangat merugikan. Apabila pasangan calon suami istri tersebut tidak melaksanakan atau mengikuti bimbingan di Badan Pembantu Penasehat Perkawinan Perceraian Dan Rujuk (BP4R) yang berada di daerah Kabupaten Barito Utara, maka Kantor Urusan Agama (KUA) tidak mempunyai wewenang untuk mencatat perkawinan kedua calon pasangan suami istri tersebut. jadi tata cara bimbingan pra nikah bukan rangkaian pernikahan tetapi merupakan suatu rangkaian kegiatan di Instansi Polri yang harus diikuti untuk memperoleh surat izin nikah untuk mengukur sejauh mana efektifitas bimbingan pra nikah. Adapun Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan menggunakan data dan sumber yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier perilaku (hukum) secara langsung bagaimana Konsep Sidang Pr Nikah Anggota Kepolisian di Kabupaten Barito Utara. Hasil Peneltian menunjukan bahwa Konsep sidang pra nikah Anggota Kepolisan (Studi Kepolisian Resor Barito Utara melalui 3 (tiga) tahap yaitu Tahap awal persiapan berkas, yaitu calon pengantin terlebih dahulu melengkapi persyaratan sehingga Kapolres megeluarkan surat rekomendasi pelaksanaan konseling pra nikah, kemudian Tahap pelaksanaan sidang, Pelaksanaan pembinaan pra nikah ini dihadiri oleh ketua sidang, sekretaris sidang, narasumber 1, narasumber 2, rohaniawan, 3 orang ibu bhayangkari, dan protokol sidang pra nikah. Masing-masing perangkat sidang memberikan pertanyaan, arahan tentang institusi Polri, dan nasihat untuk menunjang anggota Polri dan calon suami atau istrinya dalam proses membentuk keluarga yang ṡākinaḥ mawaddaḥ warahmaḥ. Kemudian Tahap terakhir, yakni pada tahap ini dilakukan penandatanganan berita acara sidang pembinaan pra nikah oleh calon pengantin, orang tua calon pengantin, dan ketua sidang pra nikah, kemudian pemrosesan surat izin kawin bagi calon pengantin. Bahwa pada angka antara Pernikahan dan perceraian yang terjadi di resor Barito Utara 3 (tiga) tahun terakhir bersifat dinamis, yaitu terjadinya peningkatan bimbingan Pra Nikah dan penurunan angka perceraian di setiap tahunnya. Dan dapat disimpulkan bahwa efektivitas sidang pra nikah anggota Polri dalam meminimalisir cukup efektif.
PENERAPAN MEDIASI PENAL DI POLRES BARITO UTARA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Wijaya, Ramadhani; Sanawiah, Sanawiah; Ariyadi, Ariyadi
TEACHING AND LEARNING JOURNAL OF MANDALIKA (TEACHER) e- ISSN 2721-9666 Vol. 4 No. 2 (2024)
Publisher : INSTITUT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN MANDALIKA INDONESIA (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyelesaian perkara pidana pada restorative justice dapat dicontohkan dalam bentuk mediasi penal, karena dampak yang ditimbulkan sangat signifikan dalam proses penegakan hukum. Konsepsi mediasi penal bisa menjadi alternatif dalam menyelesaian perkara Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dasar dari konsep ini diambil untuk memberikan keadilan dengan adanya keseimbangan antara korban dan pelaku dengan mengupayakan penyelesaian yang win-win solution serta berupaya menjadi solusi atas permasalahan dalam sistem peradilan pidana. Penangan Kasus Kekerasan dalam rumah tangga Melalui mediasi diluar pengadilan yang terjadi di Kepolisian Barito Utara dimana akhirnya para pihak memutuskan saling menerima kembali, serta adanya perjanjian kepada suami untuk tidak melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan adanya kesepakatan oleh para pihak yang berpekara, melalui prinsip musyawarah mufakat, serta menghormati norma hukum sosial/adat dan berasaskan keadilan bagi para pihak. Metode dan Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif Penelitian Hukum empiris yakni pengumpulan data, yaitu teknik studi dokumen, teknik wawancara, dan teknik observasi atau pengamatan. penelitian dilakukan dengan cara terjun langsung kedaerah objek penelitian guna memperoleh data yang berhubungan dengan menangani Tindak Pidana Kekerasan Dlam Rumah Tangga melalui Penerapan Mediasi Penal di Polres Barito Utara. Hasil Penelitian menunjukan bahwa Kendala dalam penyelesaian perkara pidana kekerasan dalam rumah tangga melalui mediasi penal yaitu serta korban atau keluarga korban tidak mau diselesaikan secara damai, masalah operasional, kegagalan untuk mempertahankan tujuan awal, akuntabilitas pelaku serta persepsi masyarakat Indonesia terhadap perkara KDRT bahwa masalah rumah tangga adalah urusan suami-istri Penyelesaian perkara pidana kekerasan dalam rumah tangga melalui mediasi penal yang dilaksanakan oleh Polres Barito Utara yaitu dengan ketentuan kerugian yang diderita korban kecil dan disepakati oleh para pihak yang berperkara, melalui prisip musyawarah mufakat,melakukan sebuah perjanjian, serta menghormati norma hukum sosial/adat dan berasaskan keadilan bagi para pihak.
PERAN PENYIDIK KEPOLISIAN DALAM TINDAK PIDANA PENELANTARAN ANAK DI POLRES BARITO UTARA Saputra, Dedi Ramadan; Achmadi, Achmadi; Ariyadi, Ariyadi
TEACHING AND LEARNING JOURNAL OF MANDALIKA (TEACHER) e- ISSN 2721-9666 Vol. 4 No. 2 (2024)
Publisher : INSTITUT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN MANDALIKA INDONESIA (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelantaran anak merupakan bagian dari bentuk kekerasan terhadap anak, karena ia termasuk dalam kekerasan anak secara social (SocialAbuse). Kekerasan anak secara social mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Upaya penanganan kasus penelantaran anak belum terlalu efektif dikarenakan hanya Dinas Sosial. upaya-upaya yang dilakukan oleh instansi tersebut yaitu melakukan bimbingan teknis, pendampingan dan pengendalian, pemberi bantuan sosial bagi anak jalanan, dan membuat rumah singgah agar anak-anak jalanan di didik dan dibina, sedangkan yang harus berperan penting pada kasus tersebut yaitu kepolisian, akan tetapi kepolisian hanya melakukan pembinaan dan teguran lisan kepada orang tua dan anak sehingga tidak merasakan efek jera dan mengulanggi tindakan yang sama oleh Karena itu diperlukannya tindakan yang lebih tegas agar merasakan efek jera. Metode Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan Hukum normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Data Primer dan Data Skunder. Narasumber: Penyidik Kepolisian Resor Barito Utara. Hasil Penelitian menunjukan bahwa Penuntut Umum menindaklanjuti perkara tersebut sesuai dengan kewenangannya, yaitu menuntut dan menyusun dakwaan, serta Hakim memutus semua perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan dengan berdasarkan dakwaan-dakwaan mengenai anak terlantar, baik dengan menggunakan KUHP atau Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 atau UndangUndang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang telah disusun oleh Penuntut Umum. Dan upaya Kepolisian dalam Penyidikan Tindak Pidana Penelantaran Anak Oleh Orang Tua Sebagai Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan oleh internal Diskrimsus Polres Barito Utara telah dilakukan melalui 3 (tiga) cara yakni: upaya represif, upaya preventif dan upaya pre-emtif.
Preventasi Hukum Adat Terhadap Tindak Peselingkuhan dalam Masyarakat Adat Dayak Siang Murung di Kabupaten Murung Raya Thoyyibah, Dzurriatun; Achmadi, Achmadi; Ariyadi, Ariyadi
Teaching and Learning Journal of Mandalika (Teacher) e- ISSN 2721-9666 Vol. 5 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/teacher.v5i2.3219

Abstract

Diantara sebab runtuhnya rumah tangga adalah karena adanya tindakan perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu dari pasangan suami isteri yang di dalam hukum adat Dayak Siang Murung disebut dengan tungkun/ hatungkun. Sebagai akibat dari perbuatan tersebut adalah munculnya penyakit psikologis pada pasangan sah atau pada selingkuhan, maraknya tindak aborsi, luluh lantaknya hubungan kekeluargaan, lunturnya rasa saling percaya, penelantaran hak dan kewajiban hingga tindak kriminal penganiayaan hingga pembunuhan terhadap pasangan sah atau selingkuhan. Melalui hukum adat yang dimiliki, masyarakat adat Dayak Siang Murung telah berusaha menghindari tindakan tersebut hingga tujuan dalam membentuk keluarga dapat dicapai sebagaimana mestinya. Metode dan jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode yuridisi sosiologis untuk memahami cara orang-orang dalam satu komunitas berinteraksi dan yang teramati dalam kehidupan sehari-hari. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa di dalam Hukum Adat Dayak Siang Murung terdapat aturan tentang adanya larangan terhadap tindak perselingkuhan yang diberlakukan pada masyarakat adatnya sebagaimana tertuang dalam pasal 69 tentang Kouh Dusa Nungkun atau Namput Oruh Dulun, yaitu suatu perbuatan merampas atau mengambil pasangan orang lain dengan cara apapun dan dapat diancam dengan sanksi adat sebagaimana tertuang dalam pada pasal 58 tentang Dusa Penyohompak Tungkun bagi laki-laki yang merampas isteri orang, pasal 59 tentang Dusa Howomalang Saki/ Uceh Dolou bagi seorang perempuan yang merampas suami orang. Selain itu juga dapat diancam dengan sanksi adat sebagaimana tertuang dalam pasal 113 tentang Kouh Dusa Sala, yaitu ancaman sanksi adat atas perbuatan mengganggu isteri atau suami orang lain yang masih terikat dalam perkawinan yang sah menurut hukum adat. Selain ancaman sanksi adat tersebut, juga dikenakan cipon (denda), yaitu berupa uang dan barang yang besarannya telah ditentukan dengan melihat besaran pelanggaran hukum adat yang dilakukan. Tujuan pemberian sanksi adat tersebut pada prinsipnya adalah bukan untuk menghukum tetapi menyelesaikan masalah, tidak untuk menyakiti atau merugikan pihak yang bersengketa, tetapi mencari solusi terbaik untuk memperbaiki kerusakan di antara sesama, mengembalikan keseimbangan alam serta memberikan pendidikan hukum kepada seluruh anggota masyarakat hukum adat dan masyarakat yang berasal dari luar (pendatang).
Problematika Pernikahan di Bawah Umur di kabupaten Katingan dengan Berubahnya UUD No.1 Tahun 19971 Tentang Perkawinan Supian, Supian; Norcahyono, Norcahyono; Ariyadi, Ariyadi
Teaching and Learning Journal of Mandalika (Teacher) e- ISSN 2721-9666 Vol. 5 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/teacher.v5i2.3220

Abstract

Problem Pernikahan sirri atau pernikahan tidak tercatat di negara merupakan hal yang sangat menjadi fenomena hal ini dikarenakan pernikahan nikah Sirri dilakukan pada umumnya ada sesuatu yang dirahasiakan Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Nikah Sirri adalah sebagai berikut: pertama, Faktor ekonomi diantaranya karena biaya administrasi pencatatan nikah, yaitu sebagian masyarakat khususnya yang ekonomi menengah ke bawah merasa tidak mampu membayar administrasi pencatatan yang kadang membengkak dua kali lipat dari biaya resmi. Kedua, Nikah Sirri dilakukan karena adanya salah satu calon mempelai belum cukup umur. Kasus ini terjadi disebabkan alasan ekonomi juga, dimana orang tua merasa kalau anak perempuannya sudah menikah, maka beban keluarga secara ekonomi menjadi berkurang, karena anak perempuannya sudah ada yang menanggung biaya hidupnya yaitu suaminya. Ketiga, Akibat dari pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita yang tidak lagi mengindahkan norma dan kaidah-kaidah agama adalah terjadinya hamil diluar nikah. Adapun Metode Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif atau jenis penelitian Lapangan (field research). Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berkarakter deskriptif, yang memerlukan proses reduksi yang berasal dari hasil wawancara, observasi pada sejumlah dokumen, Dengan judul “Problematika Pernikahan Di Bawah Umur Dikabupaten Katingan Dengan Berubahnya Uud No.1 Tahun 19971 Tentang Perkawinan.
Actor Relationship Model in the Development of New Housing Facilities in Palangka Raya City: Problems and Urgency of Providing Public and Social Facilities Riyanti, Nova; Jariah, Ainun; Ariyadi, Ariyadi; Selawaty, Desy
Jurnal Administrasi Publik (Public Administration Journal) Vol. 13 No. 2 (2023): Jurnal Administrasi Publik (Public Administration Journal), December
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/jap.v13i2.10300

Abstract

This research aims to investigate the actor relationship model in fulfilling the obligation to provide public and social facilities by developers to the Palangka Raya City government. In addition, this research designs collaboration between actors in the sustainable management of public and social facilities by the Palangka Raya City government. The focus of the problem is on the rapid development of new housing construction in Palangka Raya City which has caused residential growth in various areas. Housing construction carried out by developers must meet infrastructure, infrastructure and utilities as basic needs in a residential environment. However, many new housing developments still do not provide public and social facilities as expected. Meanwhile, it is the obligation of every developer to provide land and hand it over to the Palangka Raya City government. In overcoming this problem, this research refers to the concept of a multiple factor approach (Sudiadi, 2015; Syaifudin & Astrika, 2016). Data was collected through observation, interviews and documentation in 2 sub-districts and 16 sub-districts, and analyzed qualitatively. This study concludes that the lack of relationship between actors/stakeholders is caused by the absence of regulations or regional regulations issued by the Regional Government. It was also found that housing development exceeded needs and did not provide adequate public and social facilities.
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA PERMOHONAN ISBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA KUALA KURUN KALIMANTAN TENGAH Salasiah, Salasiah; Sanawiah, Sanawiah; Ariyadi, Ariyadi; Wahdini, Muhammad
Usroh Vol 8 No 1 (2024): Usroh: Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/ujhki.v8i1.22972

Abstract

Fenomena permohonan  isbat nikah di Pengadilan Agama Kuala Kurun dari tahun 2018 sampai 2022 terus mengalami peningkatan dibandingkan dengan perkara permohonan lainnya. Pada wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Kuala Kurun pencatatan perkawinan masih minim terjadi dikarenakan banyaknya perkawinan yang masih dilakukan secara sirri atau pun secara adat sehingga perkawinan mereka belum terdaftar atau dicatat pada Kantor Urusan Agama, yang menyebabkan kesulitan saat mengajukan dokumen-dokumen resmi seperti Kartu Tanda Penduduk, Paspor dan sertifikat kelahiran anak dan administrasi negara lainnya dikarenakan tidak memiliki dokumen berupa akta nikah. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingginya angka permohonan isbat nikah di Pengadilan Agama Kuala Kurun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan menggunakan teknik random sampling dan pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab tingginya permohonan isbat nikah di Pengadilan Agama Kuala Kurun adalah pertama, karena kurangnya pengetahuan pemohon tentang masalah hukum dan masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Kedua, Pemohon sudah mendaftarkan pernikahan melalui Penghulu/Pembantu PPN tapi tidak diteruskan oleh Penghulu ke Kantor Urusan Agama sehingga mereka tidak mendapatkan buku nikah. Ketiga, faktor adat istiadat setempat yang masih diyakini oleh Pemohon. Keempat, faktor umur dikarenakan para Pemohon saat melakukan pernikahan belum cukup umur sehingga permohonan pernikahannya ditolak oleh Kantor Urusan Agama setempat. Kelima, faktor alam karena begitu luas wilayah Kabupaten Gunung Mas dan masih kurang memadainya akses jalan ke Kantor Urusan Agama yang masih jauh dan rusak sehingga menyebabkan Pemohon tidak mendaftarkan pernikahannya. Kata Kunci: Isbat Nikah; Pengadilan Agama; Kesadaran Hukum