Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai ketuhanan yang termuat dalam Pancasila dan Konstitusi. Namun saat ini nilai ketuhanan tersebut dihadapkan pada realita kemajemukan bangsa Indonesia yang telah membawa implikasi sosial ketiadaan sekat antar individu dalam menjalin interaksi antar sesama, termasuk upaya membangun hubungan keluarga dalam sebuah ikatan perkawinan, sehingga sebagian pihak yang melangsungkan perkawinan tidak lagi memandang latar belakang suku, budaya, dan bahkan agama. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pandangan Pancasila dan UUD NRI 1945 terhadap fenomena perkawinan beda agama di Indonesia serta memberikan penegasan terhadap bagaimana sebenarnya status perkawinan tersebut secara hukum. Tulisan ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Secara konseptual, perkawinan tidak hanya mencakup aspek privat dan hukum saja, namun juga mencakup aspek agama, selanjutnya negara menyerahkan sepenuhnya kewenangan terkait penentuan keabsahan perkawinan kepada hukum agama, yang secara implisit tidak menghendaki terjadinya perkawinan beda agama. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Pancasila dan UUD 1945 tidak mengakui adanya perkawinan beda agama karena bertentangan dengan nilai ketuhanan. Oleh karena itu pengadilan seharusnya tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama dan untuk mengatasi konflik hukum terkait perkawinan beda agama tersebut, perlu dilakukan pencabutan terhadap ketentuan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Administrasi Kependudukan.Kata Kunci: Perkawinan Beda Agama, Pancasila, Undang-Undang Dasar.The implementation of national and state life cannot be separated from the divine values contained in Pancasila and the Constitution. However, currently this divine value is faced with the reality of the pluralism of the Indonesian nation which has had social implications of the absence of barriers between individuals in establishing interactions between each other, including efforts to build family relationships within a marriage bond, so that some parties entering into a marriage no longer look at their ethnic background. culture, and even religion. This article aims to analyze the views of Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia on the phenomenon of interfaith marriages in Indonesia and to provide confirmation of what the actual legal status of these marriages is. This paper is normative juridical research using statutory and conceptual approaches. Conceptually, marriage does not only cover private and legal aspects, but also includes religious aspects. Furthermore, the state completely delegates authority regarding determining the validity of marriage to religious law, which implicitly does not require interfaith marriages to occur. This article concludes that Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia do not recognize interfaith marriages because they conflict with divine values. Therefore, the court should not grant the request for registration of interfaith marriages and to resolve legal conflicts related to interfaith marriages, it is necessary to repeal the provisions of Article 35 letter a of the Population Administration Law.Keywords: Interfaith Marriage; Pancasila; Constitution.
Copyrights © 2023