cover
Contact Name
Christo Sumurung Tua Sagala
Contact Email
christosagala@unej.ac.id
Phone
+628565407999
Journal Mail Official
jurnalkajiankonstitusi@unej.ac.id
Editorial Address
Jalan Kalimantan No. 37 – Kampus Bumi Tegalboto Kotak POS 159 Jember, Jawa Timur, 68121, Indonesia
Location
Kab. jember,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Kajian Konstitusi
Published by Universitas Jember
ISSN : -     EISSN : 29623707     DOI : https://doi.org/10.19184/jkk
Core Subject : Social,
Jurnal Kajian Konstitusi is a peer-reviewed journal published by the Department of Constitutional Law, the Faculty of Law, the University of Jember, Indonesia. The publication in this journal focuses on the legal and constitutional studies under doctrinal, empirical, socio-legal, and comparative approaches. The journal welcomes all submissions about current discourses on law and constitution from diverse perspectives in a certain jurisdiction or with comparative analysis. Manuscript submissions should be between 5,000-8,000 words in length, although shorter papers relating to policy analysis and debate will be considered. The peer-review process and decision on publication will normally be completed within 60 days of receipt of submissions. Please see our Instructions for Authors for information on manuscript submission. If you require any further information or help, please visit our Support Center.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 43 Documents
Pengelolaan Limbah Medis Covid-19 Ditinjau dari Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sekartaji, Miranda Ayu
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 2 No 2 (2022): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6757.626 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v2i2.33317

Abstract

Terjadinya pandemi Covid-19 menyebabkan peningkatan limbah padat medis yang dihasilkan rumah sakit dari penanganan pasien yang terpapar Covid-19. Limbah yang dihasilkan antara lain masker bekas, alat pelindung diri bekas, infus set bekas, dan lainnya. Limbah tersebut termasuk ke dalam limbah B3 yang bersifat menular. Artinya, limbah tersebut termasuk dalam jenis limbah B3. Tidak hanya di rumah sakit, limbah yang dihasilkan di rumah tangga dan tempat karantina juga berbahaya. Jika tidak ditangani dengan baik maka akan menjadi rantai penularan baru mengingat virus ini mudah menular ke manusia. Sehingga diperlukan prosedur pengelolaan limbah medis Covid-19 dan apa tanggung jawab hukumnya jika pengelola tidak mengelola limbah medis Covid-19 dengan baik.Kata Kunci: Covid-19; Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; Pertanggungjawaban Hukum Pengelolaan.The occurrence of the Covid-19 pandemic has led to an increase in solid medical waste generated by hospitals from handling patients exposed to Covid-19. The waste generated includes used masks, used personal protective equipment, used infusion sets, etc. The waste is included in the B3 waste which is infectious. That is, the waste is included in the type of hazardous waste. Not only in hospitals, the waste generated in households and quarantine places is also dangerous. If not handled properly, it will become a new chain of transmission given that this virus is easily transmitted to humans. So that the Covid-19 medical waste management procedure is needed and what are the legal responsibilities if the manager does not manage Covid-19 medical waste properly.Keywords: Covid-19; Hazardous and Toxic Waste; Management Legal Accountability.
Legal Kepastian Hukum Pekerja Alih Daya pada Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Agustin, Elyta Gevy; Harianto, Aries; Mulyono, Eddy
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 1 No 2 (2021): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (723.113 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v1i2.25474

Abstract

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki amanat untuk mengembangkan sistem jaminan sosial dan telah diwujudkan dengan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Dengan tujuan menjamin terpenuhinya dasar hidup yang layak bagi seluruh pekerja dan anggota keluarganya, sebuah perusahaan yang memperkerjakan pekerja alih daya mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan pekerjanya pada program BPJS Ketenagakerjaan ini. Namun, faktanya masih banyak perusahaan dengan sengaja mengabaikan hak pekerja alih daya walaupun ada ketentuan tentang sanksi. Pokok pembahasan ini membahas pasal 15 ayat (1) UU BPJS yang menjadi dasar kewajiban perusahaan tersebut, kemudian dihubungkan dengan putusan MK nomor 82/PUU-X/2012 yang menghasilkan putusan bahwa pasal 15 ayat (1) UU BPJS ditetapkan berlaku dengan konstitusional bersyarat karena dimaknai meniadakan hak pekerja alih daya atas kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.Kata Kunci: Hak Pekerja Alih Daya; Jaminan Sosial; Ketenagakerjaan.The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia has a mandate to develop a social security system and this has been realized by establishing the Employment Social Security Administering Body (BPJS Employment) contained in Law Number 24 of 2011 concerning the Social Security Administering Body (BPJS Law). With the aim of ensuring that a decent standard of living is met for all workers and their family members, a company that employs outsourced workers has an obligation to register its workers in the BPJS Employment program. However, the fact is that many companies still deliberately ignore the rights of outsourced workers even though there are provisions regarding sanctions. The main topic of this discussion is discussing article 15 paragraph (1) of the BPJS Law which is the basis for the company's obligations, then connected to the Constitutional Court decision number 82/PUU- interpreted as negating the right of outsourced workers to participate in BPJS Employment.Keywords: Outsourced Workers' Rights; Social Security; Employment.
Penguatan Kewenangan Komisi Yudisial di Indonesia Yunita, Fenny Tria; Umami, Abdul Basith; Ananda, Ahmad Alveyn Sulthony; Anggraeni, Reni Putri
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 1 No 1 (2021): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (693.072 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v1i1.23822

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji persoalan Komisi Yudisial (KY) sebagai komisi independen yang mempunyai kewenangan terbatas terhadap cabang peradilan. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi, kewenangan Komisi ini dalam memilih hakim pengadilan tingkat pertama dihilangkan. Konsekuensinya, pada tahun 2019, dari 130 sanksi yang direkomendasikan KY, hanya 10 sanksi yang ditegakkan oleh MA. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, pemberian kewenangan memilih pengangkatan hakim pertama kepada KY. Kedua, memberikan kewenangan menjatuhkan sanksi kepada hakim yang melanggar kode etik kepada KY. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan konseptual-komparatif untuk menganalisis bahan hukum. Kajian menemukan bahwa undang-undang telah menempatkan KY sebagai lembaga etik sekaligus pengawas kekuasaan kehakiman, namun pada praktiknya banyak kewenangan KY yang belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena belum adanya regulasi dan pemahaman teknis dengan Mahkamah Agung sebagai puncak peradilan. di Indonesia. Sangat penting untuk mengembalikan kewenangan KY dalam mengangkat hakim tingkat pertama dan meningkatkan kewenangan KY dalam menjatuhkan sanksi etik kepada hakim yang melanggar etika.Kata Kunci: Komisi Yudisial; Pengangkatan Hakim; Sanksi Etik.This paper aim to examine issues regarding Komisi Yudisial (KY) as an independent commission with limited authorities over judicial branch. As the Constitutional Court decision, this Commission’s authority in selecting first-level court judges was eliminated. The consequences is that in 2019, from 130 sanctions recommended by KY, only 10 sanctions were enforced by the Supreme Court. This research discuss two issues. First, granting the authority to select the first judge’s appointment to KY. Second, giving the authority to impose sanctions on judges who violate the code of ethics to KY. This study uses a juridical-normative method with a conceptual-comparative approach to analyze the legal materials. The study found that the law has placed KY as an ethical institution as well as a supervisor of judicial power, but practically, many KY authorities cannot be implemented optimally because of the lack of regulation and technical understanding with the Supreme Court as the pinnacle of justice in Indonesia. It is very important to restore KY authority in appointing first-level judges and increase KY authority in imposing ethical sanctions on judges who violate ethics.Keywords: Komisi Yudisial; Judges Appointment; Ethical Sanction.
Politik Hukum Penundaan Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak 2020 Prasetya, Syadila Maulidina; Soetijono, Iwan Rachmad
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 2 No 1 (2022): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5878.945 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v1i3.31761

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji politik hukum penundaan pemilihan umum kepala daerah serentak 2020. Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak diamanatkan dalam Pasal 201 ayat (6) UU No.10/2016 harus mengalami penundaan setelah ditetapkannya Pandemi Covid-19 sebagai bencana non-alam yang berdampak pada berbagai sektor. UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota tidak memberi kewenangan pada KPU untuk menunda Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serentak 2020, sehingga dengan diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 menjadi dasar hukum yang mengikat penundaan pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak 2020. Permasalahan dalam penulisan ini di antaranya adalah Pertama, Justifikasi Pandemi Covid-19 menjadi Alasan Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020. Kedua, Implikasi Penundaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 Terhadap Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Dibawah Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah. Ketiga, Prospek Politik Hukum Pemilihan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Di Masa Yang Akan Datang Apabila Terjadi Pandemi Seperti Saat ini.Kata Kunci: Politik Hukum; Pemilihan Kepala Daerah Serentak; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.This study aims to examine the legal politics of delaying the simultaneous 2020 regional head elections. The simultaneous election of governors, regents and mayors is mandated in Article 201 paragraph (6) of Law No. 10/2016 must be postponed after the stipulation of the Covid-19 pandemic as a non-hazardous disaster. nature that has an impact on various sectors. The Law on the Regional Head Elections doesn’t authorized the KPU to postpone of the 2020 Simultaneous Regional Head Elections, so that with the issuance of Perppu Number 2 of 2020, it becomes the legal basis that binds the postponement of the 2020 the 2020 Simultaneous Regional Head Election. The results of This research includes First, the Justification for the Covid-19 Pandemic as the Reason for Delaying the Implementation of the 2020 Simultaneous Regional Head Election. Second, the Implications of Postponing the 2020 Simultaneous Regional Head Election on the Implementation of Regional Head Elections Under the Acting Regional Head. Third, the Prospects of the Political Law of Elections for the Implementation of Simultaneous Regional Head Elections in the Future If a Pandemic Occurs Like Today.Keywords: Politics of Law; the Simultaneous Regional Elections; The Government Regulation in lieu of Law.
Prinsip Perlindungan Hukum Pekerja atas Pengurangan Upah di Masa Pandemi Covid 19 Dika, Mega Surya Mahar; Harianto, Aries
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 1 No 2 (2021): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4999.343 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v1i2.25736

Abstract

Pandemi COVID 19 mengakibatkan sebagian besar Pengusaha dipaksa untuk menghentikan atau mengurangi kegiatan usahanya. Ini berarti akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja atau pengurangan para pekerjanya. Hal ini juga memaksa pekerja untuk Work From Home (WFH) atau tidak bekerja sama sekali. Ini berarti berkurangnya atau terhentinya sumber nafkah pekerja dan keluarganya. Akibat Pandemi COVID 19, bagi Pemerintah Pemutusan Hubungan Kerja adalah bertambahnya jumlah pengangguran yang dapat menimbulkan keresahan social. Ini berarti berkurangnya atau terhentinya sumber nafkah pekerja dan keluarganya. Akibat Pandemi COVID 19, bagi Pemerintah Pemutusan Hubungan Kerja adalah bertambahnya jumlah pengangguran yang dapat menimbulkan keresahan sosial.Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pengurangan Upah, Pandemi Covid 19.The COVID-19 pandemic has resulted in most entrepreneurs being forced to stop or reduce their business activities. This means that there will be Termination of Employment or reduction of its workers. It also forces workers to work from home (WFH) or not work at all. This means reduced or stopped sources of livelihood for workers and their families. As a result of the COVID-19 Pandemic, for the Government, termination of employment is an increase in the number of unemployed which can cause social unrest. This means reduced or stopped sources of livelihood for workers and their families. As a result of the COVID-19 Pandemic, for the Government, termination of employment is an increase in the number of unemployed which can cause social unrest.Keywords: Legal Protection, Wage Reduction, Pandemic Covid 19.
Kekuatan Sertipikat Hak atas Tanah sebagai Bukti Kepemilikan Objek Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum Antikowati, Antikowati; Rohmati, Ulfa; Eskanugraha, Andika Putra
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 2 No 2 (2022): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4533.222 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v2i2.33970

Abstract

Sertipikat hak atas tanah merupakan alat bukti yang kuat sebagaimana dimuat dalam peraturan perundang-undangan, dan sertipikat tersebut sah sebagai alat pembuktian mutlak serta tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari. Kalimat “tidak dapat diganggu gugat” tersebut yang kemudian berpotensi melahirkan ketidakadilan bagi pihak ketiga apabila ia merupakan pemilik sah atas bidang tanah yang dijadikan objek pengadaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian undang-undang tentang pengadaan tanah untuk pembangunan guna kepentingan umum dengan sistem pendaftaran tanah di Indonesia dan akibat hukum jika ada pihak yang berkeberatan terhadap bukti kepemilikan benda pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum melalui studi literatur dengan analisis deduktif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa undang-undang tentang pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum tidak sesuai dengan sistem pendaftaran tanah di Indonesia yang menyebabkan jika ada pihak yang berkeberatan dengan sertifikat sebagai bukti kepemilikan. objek pengadaan tanah, maka pihak tersebut akan kehilangan hak atas tanah beserta ganti kerugiannya. kerugian atas pelaksanaan pengadaan tanah apabila pihak yang berkeberatan dapat memberikan bukti-bukti lain yang dapat melemahkan kekuatan pembuktian sertifikat.Kata Kunci: Sertifikat; Pendaftaran Tanah; Pembebasan Tanah.A land title certificate is a strong piece of evidence as stated in statutory regulations, and the certificate is valid as absolute evidence and cannot be contested in the future. The sentence "cannot be contested" then has the potential to give rise to injustice for third parties if they are the legal owners of the plot of land that is the object of land acquisition. This research aims to determine the compatibility of the law regarding land acquisition for development for public purposes with the land registration system in Indonesia and the legal consequences if there are parties who object to proof of ownership of land procurement objects for development for public purposes. The method used in this research is normative juridical using a statutory approach and a conceptual approach. Method of collecting legal materials through literature study with deductive analysis. From the research results, it can be concluded that the law regarding land acquisition for development for the public interest is not in accordance with the land registration system in Indonesia, which causes parties to object to the certificate as proof of ownership. the object of land acquisition, then the party will lose rights to the land along with compensation. losses due to the implementation of land acquisition if the objecting party can provide other evidence that can weaken the evidentiary strength of the certificate.Keywords: Certificate; Land Registration; Land Acquisition.
Inkonsistensi Pengaturan Pelaksanaan Parate Eksekusi Objek Hak Tanggungan atas Tanah Ramadhani, Nuzul Putri; Antikowati, Antikowati; Soetijono, Iwan Rachmad
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 1 No 2 (2021): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5035.375 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v1i2.26056

Abstract

Parate eksekusi merupakan sarana eksekusi termudah dan cepat bagi kreditur untuk pelunasan piutang manakala debitur cidera janji. Akan tetapi di dalam prakteknya pelaksanaan parate eksekusi sebagaimana Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah atau yang biasa disebut UUHT sering terkendala. Hal ini dikarenakan terdapat inkonsistensi mengenai mekanisme atau aturan formal dalam pelaksanaan parate eksekusi. Inkosistensi ini terlihat apabila Pasal 6 UUHT dihubungkan dengan Penjelasan Umum angka 9 jo Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UUHT. Inkonsistensi dalam peraturan tersebut dapat menciptakan ketidakpastian hukum dalam masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui inkonsistensi pengaturan parate eksekusi hak tanggungan dalam UUHT dan formulasi hukum yang tepat untuk mengatasi inkonsistensi terhadap pelaksanaan parate eksekusi objek hak tanggungan atas tanah. Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundangundangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini adalah apabila dikaitkan antara ketentuan pada Pasal 6 dengan Penjelasan Umum angka 9 dalam UUHT bahwa Penjelasan Umum angka 9 jo Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan (3) UUHT tidak relevan apabila digunakan sebagai dasar hukum pelaksanaan parate eksekusi, dan formulasi hukum untuk mengatasi inkonsistensi ini yaitu dengan melakukan revisi materi muatan UUHT khususnya pasal-pasal yang bermasalah.Kata Kunci: Inkonsistensi; Parate Eksekusi; Formulasi Hukum.The execution parate is the easiest and speedy means of execution for creditors to repay debts when debtors are promised. In practice, however, execution of the execution as section 6 the land bill and materials related to the ground or commonly called the uuht were often hammed. This is because there are inconsistencies in the formal mechanisms or rules of the execution of the execution. The inconsistency is seen when chapter 6 is linked with the general explanation of Jo chapter 14 verse 2 and verse 3. Inconsistencies in the rules can create legal uncertainties in society. The purpose of this study is to identify inconsistencies in the arrangement of the parate, uuht, and proper legal formulations to overcome the tariff for the execution of the property-rights object. The method used was normatif juridical research, using a regulatory and conceptual approach. The result of this study is when a clause of chapter 6 is incorporated with the general explanation of the number 9 in the uuht that the general explanation of the number 9 is section 14 of verses 2 and 3 of the uuht is irrelevant to use asa basis for the law of executing the parliament of execution, and legal formulation to address this inconsistency by making a revision of the uuht content particularly the troubled chapters.Keywords: Inconsistency; Parate Execution; Legal Formulation.
Desain Ulang Konsep Penegakan Hukum Pemilu di Indonesia dalam Kerangka Pemilu Demokratis dan Berkeadilan Ashfiya, Dzikry Gaosul
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 1 No 1 (2021): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7417.233 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v1i1.23792

Abstract

Proses penegakan hukum pemilu seharusnya disederhanakan dan hanya menjadi kewenangan satu lembaga khusus peradilan pemilu. Hal ini disebabkan segmentasi konsep penegakan hukum pemilu ke dalam beberapa lembaga penegakan hukumnya dipandang belum mampu menjamin kepastian hukum dan belum mampu menegakkan keadilan pemilu. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan berbagai problematika dalam segmentasi konsep penegakan hukum pemilu dan implikasinya terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Selain itu, juga menggagas dan menawarkan konsep ideal penegakan hukum pemilu dalam kerangka pemilu demokratis dan berkeadilan. Dalam diskursus pembahasannya, artikel ini memperlihatkan bahwa problem hukum pemilu dan konsep penegakan hukumnya yang telah tersegmentasi sedemikian rupa ke dalam beberapa kategori dengan beragam mekanisme penyelesaian dan lembaga penegakan hukumnya tidak jarang hanya menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan putusan antar lembaga peradilan serta masih memungkinkan terjadinya kekosongan hukum (legal vacum) sehingga berimplikasi negatif terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Oleh karena itu, pembenahan terhadap konsep penegakan hukum pemilu dengan menyederhanakan dan mendesain ulang lembaga penegakan hukumnya perlu dilakukan, salah satunya adalah dengan memperkuat gagasan lahirnya badan peradilan khusus pemilu. Hal demikian dipandang sebagai konsep ideal penegakan hukum pemilu di Indonesia dalam kerangka pemilu demokratis dan berkeadilan.Kata Kunci: Pemilu; Penegakan Hukum Pemilu; Pemilu Demokratis dan Berkeadilan.Electoral law enforcement process should be simplified and within the jurisdiction of a specialized electoral court. This is due to the segmentation of the concept of electoral law enforcement into a number of electoral law enforcement agencies seen as unable to guarantee legal certainty and unable to uphold electoral justice. This article aims to describe various problems in the segmentation of the concept of electoral law enforcement and their implications for the quality of electoral administration in Indonesia. Furthermore, it also initiates and offers an ideal concept of electoral law enforcement within the framework of democratic and fair elections. This article shows that the problem of electoral law and the concept of law enforcement which has been segmented in such a way into several categories with various settlement mechanisms and law enforcement agencies often only causes overlapping powers and decisions between judicial institutions and still allows for a legal vacum so that it has negative implications for the quality of electoral administration in Indonesia. Therefore, reforming the concept of electoral law enforcement by simplifying and redesigning the electoral law enforcement agencies need to be done, one of which is by strengthening the initiation of the special electoral judiciary body. This could be considered as an ideal concept of electoral law enforcement in Indonesia within the framework of democratic and fair elections.Keywords: General Election; Electoral Law Enforcement; Democratic and Fair Elections.
Pengaturan Kepemilikan Rumah Susun oleh Warga Negara Asing di Indonesia Munnofa, Artha; Atikah, Warah
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 2 No 2 (2022): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2818.069 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v2i2.27913

Abstract

Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di Indonesia berdampak besar pada aspek kehidupan masyarakat, termasuk perumahan. Pertumbuhan penduduk yang pesat juga harus diikuti dengan pembangunan kawasan pemukiman. Pertumbuhan penduduk yang cepat berbanding lurus dengan kebutuhan lahan untuk perumahan di perkotaan. Untuk memenuhi kebutuhan rumah khususnya di perkotaan, salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah pembangunan rumah susun. Kemudian kedatangan warga negara asing (WNA) juga menjadi penambah devisa, tidak hanya warga negara Indonesia yang berniat memiliki rumah susun di Indonesia tetapi juga warga negara asing yang juga ingin memiliki rumah susun di Indonesia. Dalam hal ini, peluang kepemilikan rumah susun oleh warga negara asing serta kepastian hukum mengenai kepemilikan rumah susun oleh warga negara asing di Indonesia telah diatur dalam hukum positif di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan masalah konseptual dan perundang-undangan. Dari hasil penelitian. Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa warga negara asing mempunyai kesempatan untuk memiliki rumah susun di atas tanah dengan hak tertentu yaitu hak pakai atas tanah tersebut. Kemudian untuk kepastian hukum atas kepemilikan rumah susun, warga negara asing dapat memiliki sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atas dasar hak pakai dan berada di atas tanah negara.Kata Kunci: Kepemilikan; Rumah Susun; Warga Negara Asing.The very rapid population growth in Indonesia has a major impact on aspects of people's lives, including housing. Rapid population growth must also be followed by the development of residential areas. Rapid population growth is directly proportional to the need for land for housing in urban areas. In order to fulfill housing needs, especially in urban areas, one of the solutions to the problem is the construction of flats. Then the arrival of foreign nationals (foreigners) is also an addition to foreign exchange, not only Indonesian citizens who intend to own flats in Indonesia but also foreign citizens who also want to own flats in Indonesia. In this case, the opportunity for ownership of flats by foreign citizens (WNA) as well as legal certainty regarding ownership of flats by foreign citizens in Indonesia have been regulated in positive law in Indonesia. The research method used in writing this thesis is normative juridical with a conceptual and statutory problem approach. From the research results. From the results of the study, it can be concluded that foreign nationals have the opportunity to own an apartment on land with certain rights, namely the right to use the land. Then for legal certainty of flat ownership, foreign citizens can have a certificate of ownership of the apartment unit on the basis of the right to use and located on state land.Keywords: Ownership; Flats; Foreign Nationals.
Pendaftaran Tanah Ulayat yang Menjadi Hak Milik Perseorangan pada Suku Batak Toba di Pulau Samosir Sibarani, Khoirur Rahmi
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 1 No 2 (2021): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (475.416 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v1i2.27770

Abstract

Pengaturan hak atas tanah ulayat telah diatur dalam Undang-undnag Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Menteri Agraria Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masyarakat Hukum adat. Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji pentingnya pendaftaran tanah ulayat menjadi hak milik pribadi agar idak terjadi konflik dan sengketa dari masyarakat hukum adat khususnya pada suku Batak Toba di pulau Samosir, Sumatera Utara. Kemudian penulis akan menguraikan tata cara pelapasan tanah ulayat secara adat sehingga dapat menjadi hak milik perseorangan atau pribadi. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dititik beratkan pada kaidah-kaidah hukum. Dalam proses pendaftaran tanah ulayat menjadi hak milik, peranan Raja Huta atau Kepala Huta sebagai pemilik tanah marga memiliki peranan yang sangat penting, karena baik golongan marga sebagai pemilik tanah marga maupun pendatang yang telah diberikan hak milik atas tanah marga yang hendak mendaftarkan tanahnya harus membuat suatu permohonan kepada Raja Huta/ Kepala Huta dengan menyerahkan sejumlah uang atau yang disebut “Tulak Sakkul” sebagai dasar bahwa hak tanah marga tersebut sudah dilepaskan dan diperbolehkan untuk didaftarkan atau dibuatkan sertifikatnya.Kata Kunci: Tanah Ulayat; Hak Milik Perseorangan; Kepastian Hukum Hak Milik.The regulation of customary land rights has been regulated in the Basic Agrarian Law Number 5 of 1960 and Minister of Agrarian Regulation Number 5 of 1999 concerning Guidelines for the Settlement of Customary Law Communities. In this research, the author will examine the importance of registering customary land as private property so that conflicts and disputes do not occur among traditional law communities, especially among the Toba Batak tribe on Samosir Island, North Sumatra. Then the author will describe the customary procedures for disposing of customary land so that it can become individual or private property. This research uses normative legal research methods, namely research that focuses on legal rules. In the process of registering customary land into ownership rights, the role of the Huta King or Huta Head as the owner of clan land has a very important role, because both clan groups as clan land owners and immigrants who have been given ownership rights to clan land who want to register their land must make a statement. application to the Huta King/Head of the Huta by handing over a sum of money or what is called "Tulak Sakkul" as the basis that the clan's land rights have been released and are allowed to be registered or have a certificate made.Keywords: Customary Land; Individual Property Rights; Legal Certainty of Property Rights.