Dalam melakukan koordinasi pengendalian perkawinan dini ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya terdapat dua kebijakan yang saling bertentangan antara dua instansi DP2KBP3A di Kabupaten Lebak dan Kementerian Agama, terdapat perbedaan prosedur operasi standar, kemudian dalam hal sumber daya manusia sebagai pelaksana teknis dibawah Lembaga DP2KBP3A hanya memiliki kewenangan memberikan penyuluhan sosialisasi, kemudian SK bersama dan SOP yang telah dibuat instansi terkait kurang efektif dilakukan oleh KUA Kabupaten Leuwidamar dengan DP2KBP3A sebagai bentuk formal dalam pengendalian perkawinan dini, kemudian Peran pemerintah daerah dalam pengendalian pernikahan dini terhambat karena faktor adat istiadat. Teori yang digunakan adalah konsep mekanisme koordinasi dari Boukaert, Peters dan Verhoest (2010: 35) dimana terdapat lima dimensi yaitu; Interaksi Dasar, Tujuan, pedoman pengendalian, peran pemerintah, sumber daya yang dibutuhkan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur, studi pustaka dan observasi, jurnal penelitian. Penentuan informan penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling dan Snowball Sampling sampling. Informan dalam penelitian ini adalah; Kepala Kantor DP2KBP3A, Kepala Bidang Perlindungan Anak dan Perempuan DP2KBP3A Kabupaten Lebak, Pegawai Kanwil Kementerian Agama Kabupaten Lebak, Pegawai KUA, Pegawai DP2KBP3A sebagai informan kunci. Analisis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik triangulasi sumber. Berdasarkan hasil penelitian dengan metode pendataan yang dilakukan mekanisme koordinasi berjalan kurang efektif karena terhambat oleh beberapa faktor diantaranya dualisme regulasi dan faktor adat istiadat yang masih berkembang di lingkungan masyarakat di Kabupaten Leuwidamar. Kata kunci : koordinasi, pernikahan dini, kontrol sosial
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2021