Perempuan dan jilbab adalah dua hal yang tidak terpisahkan dalam negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Jilbab menjadi identitas dan simbol keislaman bagi perempuan muslim sebagai bagian dari kelompok mayoritas Indonesia. Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah No.100/C/Kep/D/1991 yang membolehkan para siswi mengenakan pakaian yang didasarkan pada keyakinannya menjadi dasar patokan penggunaan jilbab di lembaga pendidikan. Sejak saat itu, laju pemakaian jilbab mengalami peningkatan. Beberapa sekolah negeri bahkan ada yang mewajibkan semua siswi, baik yang  muslim maupun non-muslim, untuk memakai jilbab. Tindakan intoleransi salah satunya dilatarbelakangi oleh faktor sentimen mayoritarianisme yang selanjutnya menjadi tirani. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana negara menjamin hak individu warga negaranya dalam keberagamaan dan juga untuk mengetahui bagaimana perempuan dan jilbab dalam relasinya dengan kebebasan ekspresi individu dalam perspektif HAM. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif berdasarkan kerangka hukum hak asasi manusia. Hasil studi menunjukkan bahwa jaminan negara terhadap hak individu warga negaranya dalam keberagamaan tertuang dalam dokumen HAM internasional, UUD 1945 Pasal 28e dan hak ini merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Jilbab sejatinya adalah kewajiban bagi setiap perempuan muslim akan tetapi dalam konteks HAM, jilbab adalah bentuk kebebasan ekspresi keagamaan yang wajib dihormati.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2023