Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum Ombudsman Kota Makassar pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-VIII/2010. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengutamakan bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan sebagai bahan acuan dasar. Selain itu, pengumpulan data dan informasi juga dilakukan di Kantor Ombudsman Kota Makassar dan Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan. Penulis menggunakan sumber data melalui studi pustaka dan wawancara secara langsung disusun secara sistematis dan analisis dengan pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan Konseptual (conceptual approach). Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Ombudsman Kota Makassar merupakan lembaga independen Pemerintah Daerah, dikarenakan legitimasi Lembaga tersebut bersumber dari keputusan Walikota, yakni Peraturan Walikota No. 2 Tahun 2019 dan menggunakan sumber keungan daerah, sehingga harus bertanggungjawab kepada Walikota. Keberadaan Ombudsman Kota Makassar tetap penting, karena kelemahan utama UU No. 37 Tahun 2008 adalah menyentralisasi kewenangan pengawasan pelayanan publik di daerah kepada Komisi Ombudsman Republik Indonesia (ORI). ORI Perwakilan Sul-Sel bukan terdiri dari Komisioner, tetapi hanya Kepala kantor yang kewenangannya terbatas. Dengan demikian, perwakilan tidak bisa menyelesaiakan laporan masyarakat. Hal ini dapat dikatakan menghilangkan kemudahan akses bagi masyarakat untuk melaporkan masalah pelayanan publik di daerah.
Copyrights © 2024