Kasus penyalahgunaan wewenang jabatan seringkali dijumpai dikalangan para pejabat baik pusat maupun daerah, bahwa dari kasus tersebut salah satu penyebabnya adalah karena kekuasaan yang lebih diberikan kepada pejabat tersebut yang tidak semua orang memilikinya sehingga peluang melakukan perbuatan penyimpangan sangat besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penyebab terjadinya penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) oleh para pejabat ditinjau dari perspektif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif melalui pendekatan hukum normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi yuridis positivis. Penelitian ini berfokus pada hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena pada kasus penyalahgunaan wewenang jabatan menggunakan sumber aturan tersebut. Data yang dikumpulkan yaitu penggunaan studi pustaka, sumber hukum, dan sumber hukum lainnya. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian bahwa dengan kekuasaan yang dimiliki maka peluang untuk melakukan tindakan melawan hukum jauh lebih besar. Hal tersebut sebagaimana terjadi pada kasus Walikota Kendari 2017-2022, dalam hal ini memerintahkan staf pribadinya dengan cara meminta pembiayaan pengecetan kampung warna-warni sebesar 700 juta pada PT.MUI. Terjadinya kasus penyalahgunaan wewenang jabatan dapat diakibatkan karena dengan menggunakan kewenangan untuk memutuskan sendiri tanpa melibatkan orang lain, menginterprestasikan norma (aturan) yang sifatnya samar (kabur) dan selain itu akibat penyalahgunaan wewenang jabatan yang dapat mengarah kepada kesalahan administrasi yang kemudian dapat diproses pada pengawas internal dalam institusi pemerintah, namun lain halnya jika penyalahgunaan kewenangan tersebut diduga merugikan negara maka diproses dalam ranah pidana.
Copyrights © 2023