Problem stunting di Indonesia masih menjadi persoalan serius, meskipun dalam lima tahun terakhir prevalensinya terus mengalami penurunan. Data BPS menyebutkan bahwa pada tahun 2018, angka prevalensi stunting mencapai 30,8 persen dan menurun menjadi 27,7 persen pada tahun 2019. Pada 2021 angka prevalensi stunting menurun lagi sebanyak 3,3 persen menjadi 24,4 persen dan turun lagi di tahun 2022 menjadi 21,6 persen. Meskipun mengalami penurunan, prevalensi stunting di Indonesia masih di bawah standar WHO yang mengharuskan angkanya di bawah 20 persen. Pada tahun 2023, angka prevalensi stunting di Indonesia masih sebesar 21,6 persen. Padahal, target pemerintah Indonesia di tahun 2024, prevalensi stunting harus mencapai 14 persen. Artinya, perlu kerja keras untuk memperbaiki angka stunting dari 21 persen menjadi 14 persen. Stunting dapat disebabkan oleh banyak faktor. Pertama, kondisi kekurangan gizi kronis diawal 1000 hari pertama kehidupan sehingga dapat menyebabkan anak gagal tumbuh atau disebut janin tumbuh lambat dalam Rahim. Kedua, nutrisi yang tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan. Ketiga, adanya infeksi yang berulang. Keempat, faktor ekonomi dan pendidikan masih rendah. Kemudian Faktor lainya adalah kehamilan masa remaja serta gangguan mental pada ibu, dan jarak kelahiran antar anak yang sangat dekat. Stunting juga dapat dipengaruhi oleh masalah asupan gizi yang kurung tepat dan pengetahuan ibu yang masih rendah tentang gizi sebelum kehamilan pada 1000 hari pertama kehidupan.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024