Indonesia sampai saat ini masih dianggap sebagai negara agraris, karena sebagian kebutuhan hidup masyarakatnya masih bertumpu pada hasil pertanian. Di sisi lain, mata pencaharian bertani yang dilakukan oleh sebagian masyarakat sering menimbulkan kerusakan dan dianggap tidak berkelanjutan, yang ditandai oleh banyaknya lahan pertanian di tempat yang tidak direkomendasikan sehingga menimbulkan erosi, sedimentasi, banjir, longsor, dan tanah semakin tandus serta tidak ekonomis. Dalam berbagai seminar, diskusi, dan laporan penelitian, petani sering dijadikan kambing hitam dalam mempercepat kerusakan lahan, sementara solusi untuk memperbaiki dan mencegah kerusakan lahan sering tidak dipahami dan sulit dilaksanakan oleh petani. Para konseptor dan pakar kadang-kadang tidak pernah mencoba dan memberikan contoh secara langsung bentuk pemanfaatan lahan yang produktif secara berkelanjutan. Pendidikan petani tidak hanya diukur dari pendidikan formal yang dimiliki oleh petani saja, melainkan harus diukur dari pengalaman dan praktik langsung di lahan pertanian, sehingga kriteria yang digunakan untuk mengukur keberhasilan petani harus sesuai antara pendekatan teoretis dengan pendekatan praktik di lapangan. Kesadaran petani akan kehidupan masa depan sebagai salah satu modal untuk mendidik petani menjadi petani yang kompetitif dan komparatif dalam mencari berbagai solusi pemanfaatan lahan berkelanjutan dengan biaya rendah. Kata Kunci: Pendidikan petani, pemanfaatan lahan, daerah hulu sungai.
Copyrights © 2006