Luasnya cakupan geografis yang dimiliki oleh Indonesia menjadi aset nasional dalam menunjang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam hal perlintasan orang keluar dan masuk di Wilayah Indonesia, tidak semua unsur masyarakat khususnya yang menjadi subjek Pekerja Migran Indonesia melakukan perjalanan melalui batas-batas administratif dan mekanisme prosedural. Signifikansi tiap tahunnya perihal korban Tindak Pidana Pidana Perdagangan Orang menjadi bukti konkret bahwasanya terdapat celah non prosedural dalam hal perlintasan yang melibatkan monitoring dari Aparatur Penegak Hukum, salah satunya Imigrasi sebagai stakeholder utama. Adanya fenomena perdagangan orang menjadi problematika fundamental sekaligus tumor sosial yang harus memiliki solusi alternatif, yang semula ditangani secara konvensional dengan melibatkan manusia sebagai pengawas, beralih menggunakan sistem pelaporan dan perlindungan digital berbasis aplikasi yang melibatkan korban ataupun pelapor agar proaktif dalam upaya perlindungan diri. Intervensi era disrupsi teknologi dan gagasan good governance menuntut Lembaga pemerintahan layaknya Imigrasi dan aparatur penegak hukum lainnya untuk menjalin sinergitas dalam menghadirkan perlindungan hukum bagi korban yang terjerat Tindak Pidana Perdagangan Orang atas dasar kurangnya pemerataan akses pendidikan dan lapangan kerja yang menjadi penyebab mendasar.
Copyrights © 2023