Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

REPROSYSTENCE (REPORT AND PROTECTION SYSTEM OF HUMAN TRAFFICKING INCIDENCE) AS A REPORTING AND PROTECTION SYSTEM RELATED TO THE PHENOMENA OF TRAFFICKING IN PERSONS FOR VULNERABLE AREAS TO ACTUALIZE GOOD GOVERNANCE IN REALIZING STRONG INSTITUTIONAL SIGNIFI Yusuf, Muhammad Choirul; Riyadi, Sarina
Journal of Law and Border Protection Vol 5 No 2 (2023): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v5i2.481

Abstract

Luasnya cakupan geografis yang dimiliki oleh Indonesia menjadi aset nasional dalam menunjang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam hal perlintasan orang keluar dan masuk di Wilayah Indonesia, tidak semua unsur masyarakat khususnya yang menjadi subjek Pekerja Migran Indonesia melakukan perjalanan melalui batas-batas administratif dan mekanisme prosedural. Signifikansi tiap tahunnya perihal korban Tindak Pidana Pidana Perdagangan Orang menjadi bukti konkret bahwasanya terdapat celah non prosedural dalam hal perlintasan yang melibatkan monitoring dari Aparatur Penegak Hukum, salah satunya Imigrasi sebagai stakeholder utama. Adanya fenomena perdagangan orang menjadi problematika fundamental sekaligus tumor sosial yang harus memiliki solusi alternatif, yang semula ditangani secara konvensional dengan melibatkan manusia sebagai pengawas, beralih menggunakan sistem pelaporan dan perlindungan digital berbasis aplikasi yang melibatkan korban ataupun pelapor agar proaktif dalam upaya perlindungan diri. Intervensi era disrupsi teknologi dan gagasan good governance menuntut Lembaga pemerintahan layaknya Imigrasi dan aparatur penegak hukum lainnya untuk menjalin sinergitas dalam menghadirkan perlindungan hukum bagi korban yang terjerat Tindak Pidana Perdagangan Orang atas dasar kurangnya pemerataan akses pendidikan dan lapangan kerja yang menjadi penyebab mendasar.
STRATEGY AND PROCEDURAL MECHANISM OF IMMIGRATION CONTROL OF THE SKOUW TRADITIONAL BORDER AREAS TO MINIMIZE TRANSNATIONAL CRIME Sineri, Timothi; Yusuf, Muhammad Choirul; Riyadi, Sarina; Gibran, Teuku Atsil Syah
Journal of Law and Border Protection Vol 5 No 2 (2023): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v5i2.483

Abstract

Dalam konteks ketahanan nasional, perbatasan negara merupakan aspek vital yang tidak luput dari pertimbangan suatu negara. Pemerintah Indonesia melalui instansi imigrasi memiliki urgensi tersendiri dalam mengawal perbatasan fisik yang secara geografis bersinggungan secara langsung dengan batas terestrial negara lain layaknya Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Perbatasan Tradisional Skouw menjadi lokus paling timur dari wilayah Indonesia yang berdekatan dengan Papua Nugini, yang berarti menjadi atensi khusus bagi keimigrasian Indonesia beserta aparatur penegak hukum lainnya untuk melakukan pengamanan, penegakan hukum, hingga pertimbangan atas strategi yang efisien untuk menjaga kedaulatan negara dari potensi ancaman dan gangguan keamanan. Problematika yang menjadi sorotan secara yuridis adalah kerawanan dari titik Perbatasan Skouw terhadap tindak pidana kompleks terkait Transnational Organized Crime (TOC). Dalih perbaikan ekonomi dan tawaran kepada para korban perdagangan orang, penyelundupan manusia, dan varian lain yang turut memuluskan modus operandi dari TOC menjadi fenomena yang kerap terjadi di perbatasan darat suatu negara. Dengan demikian, Instansi Imigrasi beserta stakeholders lainnya harus siaga dalam hal pemberlakuan strategi ataupun mekanisme prosedural yang memadai dalam menekan lonjakan tindak kejahatan terhadap kemanusiaan di Perbatasan Skouw.
DIPLOMATIC REVIEW OF CALLING VISA IMMIGRATION POLICY AGAINST ISRAEL AND FREE VISA VISIT TO TAIWAN STUDY IN THE DIALECTICS OF REALISM Anggraini, Deva Ghita; Yusuf, Muhammad Choirul; Gibran, Atsil Syah; Riyadi, Sarina
Journal of Law and Border Protection Vol 5 No 2 (2023): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v5i2.484

Abstract

Dalam ruang lingkup kebijakan politik luar negeri, Indonesia menganut pada asas bebas aktif dalam hal berdiplomasi. Dengan demikian, dasar kebijakan diplomatik yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia tidak diintervensi oleh unsur manapun. Pemberlakuan dan perumusan suatu kebijakan luar negeri tidak dideterminasi oleh adanya kepentingan nasional yang mangakar. Dalam hal ihwal perlintasan keluar dan masuknya orang ke dalam wilayah Indonesia, terdapat suatu kebijakan keimigrasian yang berhubungan dengan asas bebas aktif Indoneisa berupa Kebijakan calling Visa terhadap Negara Israel dan pemberlakuan Bebas Visa Kunjungan terhadap Negara Taiwan. Berdasarkan latar belakang politisnya, Pemerintah Indonesia tidak mendukung kedua negara tersebut dalam ranah hubungan diplomatik, dikarenakan Indonesia menaruh keberpihakan kepada Palestina atas dasar perjuangan religi dan menaruh keberpihakan kepada Tiongkok atas dasar kesepahaman gagasan “One China”. Berdasarkan perspektif realisme yang melibatkan unsur kebijakan asing dan arah politik negara, Pemerintah Indonesia melalui instansi imigrasi mengedepankan aspek Selective policy yang menimbang adanya unsur kebermanfaatan secara ekonomi dan politis dalam pemberlakuan kebijakan calling visa dan Bebas Visa Kunjungan terhadap dua negara yang bersangkutan.
SIGNIFIKANSI GELOMBANG EXODUS PENGUNGSI ROHINGYA DI YURISDIKSI NEGARA INDONESIA: DAMPAK FENOMENA KEBAKARAN CAMP PENGUNGSI COX`S BAZAAR DI DISTRIK PERBATASAN BANGLADESH Yusuf, Muhammad Choirul; Gibran, Atsil Syah; Agni, Pande Putu Haykal Mahesa; Kurniawan, Rafi
Journal of Law and Border Protection Vol 6 No 1 (2024): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v6i1.584

Abstract

Fenomena gelombang migrasi pengungsi di seluruh penjuru dunia saat ini menjadi isu vital dalam perbincangan hubungan internasional. Adanya latar belakang historis yang mendasari terjadinya pengungsian hingga kepastian hukum nasional dari beberapa negara host country yang tidak mendukung, beserta status stateless menjadi konsekuensi logis yang cukup kompleks. Fenomena kebakaran di Camp Nomor 11 di Cox's Bazaar Bangladesh yang telah mengakibatkan lebih dari satu juta pengungsi Rohingya menjadi tunawisma menjadi titik tolak terjadinya gelombang exodus di beberapa negara benua Asia dan beberapa negara lintas benua yang terdampak. Akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut tidak hanya terbatas pada kehilangan tempat tinggal secara fisikal, tetapi juga memiliki konsekuensi psikologis yang serius bagi pengungsi yang telah mengalami trauma akibat penganiayaan di negara asal, yakni Myanmar. Kebakaran ini memperparah krisis kemanusiaan di kamp-kamp Rohingya yang telah menghadapi masalah kepadatan penduduk dan keterbatasan infrastruktur. Melalui pendekatan hukum normatif dan kajian literatur yang diperoleh, peneliti meninjau bahwa dalam konteks ini terjadi determinasi yang menunjukkan bahwa perpindahan pengungsi Rohingya ke beberapa negara termasuk Indonesia dipengaruhi oleh tragedi kebakaran di kamp pengungsi Cox’s Bazaar yang saat ini didaulat sebagai penampungan terbesar bagi Pengungsi Rohingya. Pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan dan konsekuensi yang timbul, termasuk terbukanya opsi untuk memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan yang memadai atau justru pembatasan terhadap arus migrasi yang sedang terjadi dari para pengungsi. Kerjasama regional dan internasional juga menjadi sarana yang diperuntukkan untuk memperoleh konklusi dan rekomendasi dalam menangani problematika pengungsi ini secara holistik dan berkelanjutan.
Juridicial Reflection on Handling of Refugee Issues Into National Legal Instruments And Its Relevance To Resistance State Sovereignty Yusuf, Muhammad Choirul; Riyadi, Sarina; Gibran, Teuku Atsil Syah
Journal of Law and Border Protection Vol 6 No 1 (2024): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v6i1.602

Abstract

Dalam menghadapi era keterbukaan di berbagai bidang, aspek kedaulatan dianggap menjadi benteng lapis pertama yang menentukan ketahanan nasional dan stabilitas negara. Semakin berdaulat suatu negara, maka terdapat berbagai konsekuensi logis yang harus dihadapi, baik dalam tahap penguatan kebijakan maupun produk yuridisnya. Problematika terkait penanganan pengungsi internasional menjadi pembahasan yang dilematis bila ditinjau dari dasar hukum yang mengikatnya dan juga dengan adanya sikap politik luar negeri Indonesia yang tidak meratifikasi konvensi 1951 dan protokol 1967 terkait pengungsi. Setidaknya terdapat 145 negara yang menandatangani konvensi dan 146 negara yang menandatangani protokol tersebut sebagai intrumen hukum nasional. Adapun pertimbangan logis yang mendasari sikap Indonesia untuk tidak meratifikasi kedua instrumen hukum internasional tersebut sebagai urgensi yang harus diselesaikan. Kendati penanganan isu pengungsi pernah masuk ke dalam pembahasan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM), tetapi pada periode 2021-2025 ini arah political will lembaga legislatif mengisyaratkan bahwa urgensi terkait penanganan pengungsi tidak menjadi kajian yang harus diprioritaskan. Artikel ini akan meninjau aspek kedaulatan negara dalam merespons potensi pelanggaran hukum dari perspektif keimigrasian, yang tentunya beririsan dengan sikap moral Indonesia selaku negara transit bagi pengungsi sebelum adanya pemberlakuan pemukiman kembali (resettlement) ke negara ketiga yang menampung para pengungsi.
INTERDEPENDENSI KOMUNITAS INTELIJEN DALAM FORUM KERJA SAMA KEIMIGRASIAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA: ANALISIS TERHADAP UPAYA KONTRATERORISME GUNA MEREDUKSI JARINGAN FOREIGN TERRORIST FIGHTER Yusuf, Muhammad Choirul; Ahzami, Milhan Naufal; Fitrianti, Lia
Journal of Law and Border Protection Vol 7 No 1 (2025): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v7i1.687

Abstract

Keimigrasian memiliki peran krusial dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara. Kawasan Asia Tenggara yang didalamnya mencakup Negara Indonesia, menjadi titik perlintasan yang rawan terhadap kejahatan lintas negara yang terorganisir, khususnya terorisme. Institute for Economics and Peace (IEP) telah menghimpun data indeks terorisme global (global terrorism index/GTI) di negara- negara ASEAN, dan hasilnya menunjukkan bahwa 6 dari 10 negara di Asia Tenggara memiliki ancaman terorisme. Indonesia menjadi salah satu target potensial karena memiliki populasi muslim terbesar di dunia. Kementerian Hukum dan HAM melalui institusi imigrasi menjadi sorotan karena memiliki wewenang dalam masalah perlintasan orang, manajemen perbatasan, dan penegakan hukum keimigrasian. Asia Tenggara yang kaya akan keragaman kultural, etnis, agama, politik, dan sosial, serta mobilitas lintas negara, memberikan celah bagi sindikat teroris untuk melakukan migrasi melalui titik-titik rentan yang non prosedural. Oleh karena itu, kerjasama dan pengawasan intelijen sangat penting dalam mitigasi dan penanganan terorisme di Asia Tenggara, melalui forum kerjasama regional sebagai sarana untuk memfasilitasi interaksi antar negara. Institusi imigrasi perlu melakukan kerjasama dalam taraf diplomatik ataupun taktis, serta meningkatkan interkoneksi dengan komunitas intelijen di Asia Tenggara untuk mereduksi jaringan terorisme. Pengawasan intelijen juga diperlukan dalam mengidentifikasi jaringan terorisme sejak dini, sementara kerjasama intelijen memungkinkan pertukaran informasi tentang pergerakan kelompok teroris dan langkah-langkah preventif yang dapat ditempuh.
INTERDEPENDENSI KOMUNITAS INTELIJEN DALAM FORUM KERJA SAMA KEIMIGRASIAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA: ANALISIS TERHADAP UPAYA KONTRATERORISME GUNA MEREDUKSI JARINGAN FOREIGN TERRORIST FIGHTER Yusuf, Muhammad Choirul; Afsholikhati, Imania; Pangesti, Rizkyana Mutia; Amrullah, Damarjati Mahatma
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol 8 No 1 (2025): Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Immigration has a crucial role in maintaining the country's security and sovereignty. The Southeast Asia region, which includes Indonesia, is a transit point that is vulnerable to organized transnational crime, especially terrorism. The Institute for Economics and Peace (IEP) has collected data on the global terrorism index (GTI) in ASEAN countries, and the results show that 6 out of 10 countries in Southeast Asia have a threat of terrorism. Indonesia is a potential target because it has the largest Muslim population in the world. The Ministry of Law and Human Rights, through the immigration institution, is in the spotlight because it has authority in matters of people's crossing, border management and immigration law enforcement. Southeast Asia, which is rich in cultural, ethnic, religious, political and social diversity, as well as cross-border mobility, provides opportunities for terrorist syndicates to migrate through non-procedural vulnerable points. Therefore, cooperation and intelligence monitoring are very important in mitigating and handling terrorism in Southeast Asia, through regional cooperation forums as a means to facilitate interaction between countries. Immigration institutions need to collaborate at a diplomatic and tactical level, as well as increase interconnection with the intelligence community in Southeast Asia to reduce terrorist networks. Intelligence supervision is also needed to identify terrorist networks early on, while intelligence cooperation enables the exchange of information about the movements of terrorist groups and preventive steps that can be taken.