Artikel ini bertujuan untuk mendalami penegakan hukum atas hak-hak anak yang dilahirkan hasil dari tindak pidana perkosaan. Artikel ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode normatif yuridis. Berdasarkan hasil penelitian, saat ini, banyak wanita yang menjadi korban perkosaan terpaksa melanjutkan kehamilan mereka yang tidak diinginkan karena mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil akibat perkosaan. Di sisi lain, banyak wanita melakukan aborsi karena mereka menjadi korban perkosaan. Berdasarkan UU Perlindungan Anak, UU Kesehatan dan PP No. 61 Tahun 2014, didapati bahwa penerapan kebijakan mengenai aborsi untuk korban perkosaan tidak memberikan perlindungan hukum yang efektif bagi korban tersebut, termasuk bagi anak yang dikandungnya. Penyebabnya adalah karena berdasarkan data kehamilan akibat perkosaan yang diperoleh, para korban perkosaan telah melewati batas waktu yang ditetapkan oleh hukum untuk melakukan aborsi. Selain itu, masih belum ada ketentuan yang secara tegas mengatur perlindungan hukum bagi anak yang lahir akibat tindak pidana perkosaan. Hukum tentang diskriminalisasi aborsi di Indonesia dipandang tidak adil dan tidak seimbang dalam melindungi hak-hak perempuan, terutama dalam kasus kehamilan akibat tindak pidana perkosaan. Artikel ini bertujuan untuk berkontribusi menegakkan hukum dengan berharap adanya rekonstruksi kebijakan hukum demi memberi perlindungan hukum yang berkeadilan sosial bagi anak hasil dari tindak pidana perkosaan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa diperlukan adanya kepastian hukum atas perlindungan hukum anak terhadap anak hasil dari tindak pidana perkosaan. Serta perlindungan hukum anak terhadap anak hasil dari tindak pidana perkosaan yang berkeadilan berdasarkan persperktif viktimologi.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024