Tulisan ini akan mengkaji mengenai politik kewargaan waria. Sebagai individu yang berada dalam negara, hak dan kehadiran waria masih terus dipertentangkan. Kajian akademik yang telah dilakukan umumnya akan berbicara mengenai penerimaan masyarakat terhadap mereka. seolah hanya itu yang menjadi permasalahan terhadap kelompok waria. Tulisan ini secara khusus akan mengkaji hak ekonomi dalam mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kelompok waria di Sanggar Seroja dengan menggunakan pendekatan politik kewargaan dari Kristian Stokke. Sebagai kelompok minoritas seksual, waria kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak, mereka hidup dalam bayang-bayang diskriminasi selama ini. Mayoritas dari mereka tidak bekerja dalam ranah formal, penyebabnya adalah identitas yang mereka bawa tidak semua penerima kerja mampu memhami hal tersebut Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, melakukan wawancara secara langsung kepada kelompok waria di Sanggar Seroja sebagai bahan pengambilan data primer, sebagai data pendukung menggunakan buku, jurnal terakreditasi, ataupun dokumen lainnya. Hasil dari tulisan ini menunjukan bahwa waria di Sanggar Seroja mayoritas dari mereka tidak bekerja dalam ranah formal, beberapa dari mereka bekerja sebagai pekerja seks komersial, perias di salon, ataupun hidup dijalanan sebagai pengamen. Pengalaman anggota seroja menunjukan bahwa hak mereka dalam mendapakan pekerjaan yang layak belum terpenuhi, ketika bekerja dalam ranah non formal diskriminasi terhadap mereka tetap ada. Sebagai bentuk perjuangan dalam berekspresi dan bertahan hidup, mereka menggunakan keseniaan sebagai alat perjuangan itu. Cita-cita yang diharapkan Stokke terkait hadinya politik kewargaan yang ideal belum terjadi pada kelompok waria di Sanggar Seroja, politik redistirbusi atau kesejahteraan yang menjadi salah satu hasil yang diharapkan dalam politik kewargaan tidak hadir untuk kelompok waria Sanggar Seroja.
Copyrights © 2024