Kedudukan ahli waris pengganti yang selanjutnya disebut mawali dalam hukum kewarisan Islam terus saja mengalami perdebatan. Hal ini disebabkan aturan mengenai mawali disandarkan pada Q.S 4:33 yang multi interpretasi. Pada KHI yang lebih banyak mengambil pola pikir Hazairin mengakomodir aturan mawali pada Pasal 185. Namun kenyataannya terdapat perbedaan tajam pemikiran hakim pada produk hukum hakim Pengadilan Agama. Maka dari itu menarik untuk diteliti Mengapa terjadinya disparitas produk hakim pengadilan agama pada perkara mawali?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menganalisis beberapa putusan hakim dan penetapan serta didukung dengan wawancara hakim, dan pengajar hukum waris Islam. Hasil penelitian memperlihatkan terjadinya disparitas produk hakim pengadilan agama karena pola pikir hakim sangat terpengaruh oleh berbagai mahzab yang dianut oleh hakim, dan merupakan kebebasan hakim untuk menggunakan dasar hukum KHI atau literatur fiqh yang lainnya. Selain itu batas interpretasi sampai batas manakah mawali hanya sampai cucu, keponakan atau yang lainnya termasuk atau tidak. Setiap hakim yang memutus perkara mawali akan lebih mempertimbangkan aspek maslahah dari masing-masing pihak yang berpekara dengan bersandarkan kepada aspek yuridis, sosiologi, filosofis dan psikologis.
Copyrights © 2024