Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Efektifitas Pengaturan Masalah Kerukunan Umat Beragama dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Abdullah, Zaitun; Wijaya, Endra
Pandecta: Research Law Journal Vol 11, No 2 (2016): Research Law Journal
Publisher : Semarang State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v11i2.7830

Abstract

Setiap peraturan perundang-perundangan dalam Negara Indonesia harus dapat menjamin dan menjadi sarana bagi perwujudan persatuan dalam negara yang dibangun di atas kondisi masyarakat yang majemuk, termasuk dari sudut agama dan kepercayaan. Di Indonesia, persoalan kerukunan antar ummat beragama dan intra umat beragama diatur dalam Undang-Undang tentang Kerukunan Umat Beragama. Selain itu, Indonesia juga telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Selain itu, pada level masyarakat muslim Indonesia, Majelis Ulama Indonesia telah menerbitkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai kerukunan antarumat beragama. Namun, walaupun pengaturan tersebut telah ada, tampaknya kerukunan antar dan intra umat beragama masih menjadi problem di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Paper ini akan menganalisis tentang keberadaan beberapa peraturan perundang-undangan yang substansinya berhubungan dengan upaya menciptakan kerukunan umat beragama di Indonesia, termasuk apakah untuk isu kerukunan umat beragama memang perlu diatur secara khusus di dalam suatu undang-undang.Every legislation and regulation in Indonesia must be able to ensure and facilitate the embodiment for Indonesian unity in a state that build by diversity society conditions, which included diversity in religion and faith. In Indonesia, the issue of diversity in religion and faith has been regulated by several legal documents, such as Act Number 1/PNPS/Year of 1965 on Prevention against Blasphemy Action, and Council of Indonesian Ulama (Majelis Ulama Indonesia) Fatwa. Currently, Indonesian Government through Ministry of Religion has issued Draft of Act on Living in Harmony among Religious Adherents. Even though those efforts have been done, but still there were intolerances or discriminations and still being a problem among people in Indonesian society. This paper will be focused on how Indonesian legal system, especially in form of written law such as act and other official regulations, regulates or deals with efforts to pursue living in harmony among religious adherents. And also will be discussed whether it is important or not to form a new act that will specially regulate issue on living in harmony among religious adherents in Indonesia.
Efektifitas Pengaturan Masalah Kerukunan Umat Beragama dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Abdullah, Zaitun; Wijaya, Endra
Pandecta Research Law Journal Vol 11, No 2 (2016): December
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v11i2.7830

Abstract

Setiap peraturan perundang-perundangan dalam Negara Indonesia harus dapat menjamin dan menjadi sarana bagi perwujudan persatuan dalam negara yang dibangun di atas kondisi masyarakat yang majemuk, termasuk dari sudut agama dan kepercayaan. Di Indonesia, persoalan kerukunan antar ummat beragama dan intra umat beragama diatur dalam Undang-Undang tentang Kerukunan Umat Beragama. Selain itu, Indonesia juga telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Selain itu, pada level masyarakat muslim Indonesia, Majelis Ulama Indonesia telah menerbitkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai kerukunan antarumat beragama. Namun, walaupun pengaturan tersebut telah ada, tampaknya kerukunan antar dan intra umat beragama masih menjadi problem di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Paper ini akan menganalisis tentang keberadaan beberapa peraturan perundang-undangan yang substansinya berhubungan dengan upaya menciptakan kerukunan umat beragama di Indonesia, termasuk apakah untuk isu kerukunan umat beragama memang perlu diatur secara khusus di dalam suatu undang-undang.Every legislation and regulation in Indonesia must be able to ensure and facilitate the embodiment for Indonesian unity in a state that build by diversity society conditions, which included diversity in religion and faith. In Indonesia, the issue of diversity in religion and faith has been regulated by several legal documents, such as Act Number 1/PNPS/Year of 1965 on Prevention against Blasphemy Action, and Council of Indonesian Ulama (Majelis Ulama Indonesia) Fatwa. Currently, Indonesian Government through Ministry of Religion has issued Draft of Act on Living in Harmony among Religious Adherents. Even though those efforts have been done, but still there were intolerances or discriminations and still being a problem among people in Indonesian society. This paper will be focused on how Indonesian legal system, especially in form of written law such as act and other official regulations, regulates or deals with efforts to pursue living in harmony among religious adherents. And also will be discussed whether it is important or not to form a new act that will specially regulate issue on living in harmony among religious adherents in Indonesia.
PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG HIBAH, WASIAT DAN HIBAH WASIAT KAJIAN PUTUSAN NOMOR 0214/PDT.G/2017/PA.PBR Alfia Raudhatul Jannah; Zaitun Abdullah; Ricca Anggraeni
Jurnal Legal Reasoning Vol 1 No 2 (2019): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v1i2.2179

Abstract

Abstrak Ketika seseorang meninggal dunia, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum harta peninggalan dibagikan antara lain adalah hibah, wasiat dan hibah wasiat. Namun ketiganya tidak harus selalu ada ketika pewaris meninggal dunia. Hibah sudah mulai berlaku saat pemberi hibah masih hidup sementara wasiat dan hibah wasiat baru akan berlaku setelah pewasiat atau pemberi hibah sudah meninggal dunia. Namun dalam beberapa kasus, pemberlakuan wasiat dan hibah wasiat terkadang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Seperti dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 0214/Pdt.G/2017/PA.Pbr. Dalam kasus ini, pewasiat menuliskan surat wasiat yang berisikan hibah dengan memberikan seluruh hartanya kepada salah seorang anaknya saja, padahal pewasiat belum meninggal dunia. Dengan demikian, peristiwa ini tidak dapat digolongkan sebagai wasiat atau hibah wasiat. Dapat disimpulkan, bahwa seharusnya surat wasiat tersebut dibatalkan karena tidak sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam hukum Islam dan surat wasiat tersebut tidak termasuk kedalam golongan hibah, wasiat maupun hibah wasiat karena tidak memenuhi unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikategorikan sebagai hibah karena surat tersebut bertuliskan surat wasiat dan tidak juga dapat dikategorikan sebagai wasiat maupun hibah wasiat karena surat wasiat tersebut sudah dilaksanakan langsung setelah surat wasiat tersebut dibuat sementara pewasiat masih hidup.
Perceraian Di Luar Pengadilan Agama Ditinjau Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam (Studi Perceraian Di Desa Cigudeg, Kabupaten Bogor) Leon Yudistira; Zaitun Abdullah; Titing Sugiarti
Jurnal Legal Reasoning Vol 2 No 1 (2019): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v2i1.2235

Abstract

Dalam perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perceraian dilakukan oleh suami isteri karena sesuatu yang dibenarkan oleh Pengadilan hal ini untuk mengupayakan perdamaian dengan memerintahkan kepada pihak yang akan bercerai untuk memikirkan segala mudaratnya jika perceraian itu dilakukan dan dipertegas di dalam Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam bahwa perceraian harus dilakukan melalui Pengadilan, sedangkan perceraian harus diselesaikan melalui Pengadilan Agama bagi umat Islam. Apabila dilakukan diluar Pengadilan, maka perceraian dianggap tidak pernah terjadi. Hal ini kontradiktif denganbudaya hukum dimasyarakat yang masih terjadi perceraian diluar Pengadilan Agama seperti yang terjadi di Desa Cigudeg karena akan berimplikasi pada hilangnya hakhak isteri dan anak setelah perceraian Dalam penelitian ini, Metode analisis data yang digunakan dengan cara kualitatif dengan fokus penelitian pada Berdasarkan pokok permasalahan pertama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam bahwa tidak membenarkan perceraian yang dilakukan diluar Pengadilan.
PENYALAHGUNAAN KONSEP KAWIN MUT’AH PADA PRAK- TIK KAWIN KONTRAK Abdullah, Zaitun; Tridewiyanti, Kunthi
Journal of Islamic Law Studies Vol. 2, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Marriage is an emotional and physical bond between a man and a woman to establish a perpetual family as stipulated in The Marriage Act Number 1 Year 1974 and The Islamic Law Compilation (Kompilasi Hukum Islam). However, there are facts that in Tugu Utara Village (Desa), Cisarua, Bogor, many couples conduct marriage just for temporary period. That marriage known as the con- tract marriage (perkawinan kontrak), and people who live in Tugu Utara Village call it with mut’ah marriage. Of course, that is an interesting matter to study, because it seems there is a mistake in un- derstanding the concept of mut’ah marriage. By conducting non-doctrinal research, this research will show that the people’s perception in Tugu Utara Village about contract marriage, which is consid- ered same as mut’ah marriage, is totally wrong. The inaccuracies are due to, among others, couples who have conducted contract marriage are not the followers of Shiite, and also, in some points, the marriage contract was in fact very different from the real mut’ah marriage practice. Besides that, the contract marriage, which is conducted in Tugu Utara Village, in many aspects is unlawful.
DINAMIKA PENERAPAN IJTIHAD BIDANG HUKUM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA Abdullah, Zaitun; Wijaya, Endra
Jurnal Hukum & Pembangunan
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The development of Islamic economic conceptually and practically is so dynamic. In response to such condition, the presence of apt law becomes important to regulate or manage Islamic economic activities. Even though Al-Quran and Hadith already become main source and basic for all activities, but business actors still need several guidelines in doing Islamic economic activities. In this point, ijtihad could be such kind of instruments to help business actors run and involve in Islamic economic activities with its recent development. One of the forms of ijtihad is fatwa. In Indonesia, Indonesian Council of Ulama (Majelis Ulama Indonesia or MUI) is one of the formal institution who has authority to issue fatwa, and it also has special body, namely National Sharia Council (Dewan Syariah Nasional), to issue sharia economic activities fatwa. This paper will focus on several aspects of fatwa as form of ijtihad related to Islamic economic activities, including its dynamics and problems, such as binding capacity of the fatwa and readiness of the court to settle sharia business dispute
DISPARITAS PRODUK HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PERKARA MAWALI (STUDI KASUS BEBERAPA PUTUSAN DAN PENETAPAN) Ayu Maharani, Putri; Abdullah, Zaitun
Jurnal Hukum Kenotariatan Otentik's Vol 6 No 2 (2024): Juli
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v6i2.6444

Abstract

Kedudukan ahli waris pengganti yang selanjutnya disebut mawali dalam hukum kewarisan Islam terus saja mengalami perdebatan. Hal ini disebabkan aturan mengenai mawali disandarkan pada Q.S 4:33 yang multi interpretasi. Pada KHI yang lebih banyak mengambil pola pikir Hazairin mengakomodir aturan mawali pada Pasal 185. Namun kenyataannya terdapat perbedaan tajam pemikiran hakim pada produk hukum hakim Pengadilan Agama. Maka dari itu menarik untuk diteliti Mengapa terjadinya disparitas produk hakim pengadilan agama pada perkara mawali?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menganalisis beberapa putusan hakim dan penetapan serta didukung dengan wawancara hakim, dan pengajar hukum waris Islam. Hasil penelitian memperlihatkan terjadinya disparitas produk hakim pengadilan agama karena pola pikir hakim sangat terpengaruh oleh berbagai mahzab yang dianut oleh hakim, dan merupakan kebebasan hakim untuk menggunakan dasar hukum KHI atau literatur fiqh yang lainnya. Selain itu batas interpretasi sampai batas manakah mawali hanya sampai cucu, keponakan atau yang lainnya termasuk atau tidak. Setiap hakim yang memutus perkara mawali akan lebih mempertimbangkan aspek maslahah dari masing-masing pihak yang berpekara dengan bersandarkan kepada aspek yuridis, sosiologi, filosofis dan psikologis.
Unveiling the Enigma: Exploring Regulated Marriage Age Limits from the Lens of Maslahah Mursalah Abdullah, Zaitun; Putri Ayu Maharani
Nurani Vol 24 No 1 (2024): Nurani: jurnal kajian syari'ah dan masyarakat
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/nurani.v24i1.22370

Abstract

The purpose of this research is to ensure that the principle of maslahah mursalah should serve as the foundation for the formation of Islamic Law in terms of regulating changes that occur in society. The Indonesian government recently revised the minimum age for a woman to marry from 16 to 19 years.  This inevitably gives rise to new complications in society, as can be seen from the large number of requests for marriage dispensations submitted to the Syariah Courts. This complication arises because if the marriage continues to be carried out under age then the marriage will become invalid. The emergence of a new regulation that regulates the age limit for a person to enter into a marriage has given rise to the author's enigma about whether it is in accordance with the concept of presenting maslahah mursalah in society or vice versa? To address the  issues that arise, researchers use the data collection method employed in this research is the interpretative understanding constructivist approach with a phenomenological framework, primary data obtained in the Babelan, Bekasi. While secondary data were derived from the examination of ten Syariah Court Judges' rulings on underage marriage petitions and existing literature. The conclusion of this research is that the implementation of the Marriage Law which regulates the age limit for marriage is considered to have not been able to reduce the number of underage marriages. In terms of implementing these rules it is very weak and does not provide any benefits (maslahah mursalah) for the community, because the government was not serious about carrying out socialization about this matter. Consequently, this regulation falls short in safeguarding the community's welfare.
PEMBATALAN AKTA HIBAH WARISAN TANPA PERSETUJUAN AHLI WARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Rachmavianti, Nita; Abdullah, Zaitun
Jurnal Hukum Kenotariatan Otentik's Vol 7 No 1 (2025): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v7i1.7471

Abstract

Hibah, sebagai salah satu bentuk interaksi sosial yang diatur dalam hukum Islam, seringkali menimbulkan konflik terkait dengan perbedaan persepsi antara hibah dan warisan. Hibah adalah pemberian secara cuma-cuma dari seseorang kepada orang lain saat masih hidup, tanpa adanya imbalan. Dalam konteks hukum di Indonesia, hibah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Masalah muncul ketika hibah diberikan tanpa memperhatikan aturan yang ada, menyebabkan konflik di antara ahli waris. Penelitian ini berfokus pada kasus pembatalan hibah yang dibuat tanpa persetujuan semua ahli waris, berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Nomor 601/Pdt.G/2020/PA.Tnk. Kasus ini melibatkan gugatan dari para ahli waris terhadap penerima hibah yang dianggap melanggar prosedur hukum. Pembatalan hibah dalam hukum Islam diatur secara khusus dalam Pasal 212 KHI, yang menyatakan bahwa hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali dari orang tua kepada anak kandungnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami konsep hibah dalam perspektif hukum Islam, mengidentifikasi pertimbangan hakim dalam menyatakan akta hibah batal demi hukum, dan mengetahui akibat hukum dari akta hibah yang dibatalkan, dengan menggunkan metode penelititan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan dalam kasus nomor 601/Pdt.G/2020/PA.Tnk, hakim memutuskan hibah kepada pihak ketiga tanpa persetujuan semua ahli waris batal demi hukum karena melanggar syarat subjektif sahnya perjanjian dan melebihi batas hibah yang diizinkan. Akta hibah yang batal demi hukum mengembalikan status harta seperti semula karena tidak memenuhi syarat formil dan materiil, serta tanah yang dihibahkan masih merupakan warisan yang belum dibagi.
LEGAL STANDING KAWIN SIRI DAN AKIBAT HUKUM PADA STATUS ANAK HASIL KAWIN SIRI (Studi Kasus Enung Di Serang) Abdullah, Zaitun; Apriani, Luh Rina; Arletta, Carla
Jurnal Legal Reasoning Vol. 7 No. 2 (2025): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v7i2.8664

Abstract

Pemerintah melalui Undang-undang perkawinan Undang-Undang Perkawinan mengatur keabsahan perkawinan harus dilaksanakan sesuai hukum agama atau kepercayaannya dan harus dicatatkan kepada negara. Hal ini bertujuan agar negara dapat melindungi hak para pihak yang terlibat dalam sebuah perkawinan. Pada kenyataanya masih banyaknya perkawinan yang tidak dicatatkan kepada negara (dikenal “kawin siri”). Penulis disini tertarik untuk melakukan studi hukum kasus perkawinan siri antara Bapak Trisna dengan Ibu Enung, yang kemudian dicerai/talak secara sepihak oleh Trisna melalui surat dalam keadaan Enung hamil. Ternyata Bapak Trisna telah memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan istri pertamanya. Kasus ini menjadi menarik Bagaimanakah legal standing perkawinan antara Ibu Enung dan Bapak Trisna?,dan bagaimana status anak yang dihasilkan dari perkawinan siri tersebut?. Menjawab pertanyaan tersebut penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum kualitatif. Menariknya hasil penelitian ini adalah tidak terlepas dari sikap progresif Hakim Mahfud MD dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan maslahah pada masyarakat. Walaupun perkawinan tidak sah menurut hukum negara tapi Putusan Mahkamah Konstitusi dapat melindungi hak anak ats kedua orang tuanya dengan alasan anak tidak menanggung kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan orang tuanya yang melanggar peraturan.