Sertipikat hak atas tanah diterbitkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang pertanahan yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertipikat hak atas tanah yang telah terbit dimungkinkan terkena pembatalan apabila terdapat kesalahan ataupun kelalaian dalam proses penerbitan sertipikat tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme pembatalan sertipikat hak atas tanah dan akibat hukum terhadap pembatalan sertipikat hak atas tanah oleh kantor pertanahan dengan tanpa adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum doktrinal dengan berlandaskan doktrin-doktrin hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan literatur berkaitan dengan hukum pertanahan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pembatalan sertipikat hak atas tanah dapat terjadi karena adanya cacat administrasi dan/cacat yuridis atau karena adanya pihak lain yang dirugikan atas penerbitan suatu sertipikat tanah. Apabila permohonan pembatalan sertipikat dilakukan setelah 5 (lima) tahun sejak terbitnya sertipikat hak atas tanah, maka permohonan pembatalan dilakukan melalui lembaga peradilan. Hal ini dapat terjadi baik karena kesalahan atau kelalaian administrasi dari pejabat atau instansi yang berwenang. Maka pentingnya ketertiban administrasi hukum sesuai aturan dan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agaria dan peraturan pelaksanaannya, terutama terhadap produk hukum termasuk sertipikat hak atas tanah agar tidak merugikan pihak lain.
Copyrights © 2024