Artikel ini membahas aspek hukum dan sosial terkait mahar dalam pernikahan, dengan fokus pada ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pengaruh adat lokal seperti uang panai dalam masyarakat Bugis-Makassar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara dan tinjauan literatur untuk memahami praktik mahar dalam perspektif hukum perjanjian dan agama Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahar sering dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi keluarga, yang dapat membebani calon suami jika jumlahnya terlalu tinggi. Dalam hukum Islam, mahar tidak memiliki batas tetap dan dapat berupa uang atau barang, tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Namun, praktik uang panai dalam budaya Bugis-Makassar seringkali menyebabkan permasalahan seperti pembatalan pernikahan atau kesulitan finansial. Artikel ini menyimpulkan bahwa pentingnya menjaga keseimbangan dalam penetapan mahar agar tidak memberatkan salah satu pihak dan memastikan bahwa mahar berfungsi sebagai simbol penghormatan dan tanggung jawab tanpa menimbulkan konflik.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024