Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pedoman hukum hak ijbar berdasarkan fiqih dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang kekerasan seksual berbeda dalam pelaksanaannya, apakah diskriminasi perempuan dan pelaksanaan hak ijbar berdasarkan hukum dan filosofi Hussein Muhammad sudah sesuai. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dan bersifat kualitatif. Hasil didapatkan jika banyak wali yang melanggar hak ijbar sehingga mengakibatkan terjadinya perkawinan paksa, sedangkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang kekerasan seksual menyatakan bahwa anak mempunyai hak yang lengkap tentang kelangsungan hidupnya, termasuk hak untuk memilih pasangan hidupnya. Kekuasaan hak ijbar, kawin paksa juga merupakan pemaksaan kehendak dan bertentangan dengan konsep kekerasan seksual yang mengajarkan bahwa setiap manusia mempunyai perlindungan hukum atau kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri. Oleh karena itu, menurut Husein Muhammad, mengutamakan keselamatan jiwa (ḥifẓ al-nafs) atau hak hidup jauh lebih hakiki daripada sekadar keturunan (ḥifẓ al-nasl).
Copyrights © 2024