AbstrakBerbagai kasus SARA (suku, agama, ras, etnis dan budaya ) seringkali menjadi pemicu kerusuhan yang terjadi di Indonesia. Masih segar dalam ingatan kita tentang kasus Tolikara yang terjadi di Tolikara Papua, yang menyebabkan beberepa orang tewas, terluka dan kebakaran. Peristiwa itu terjadi pada saat pelaksanaan shalat ‘idul Fitri. Peristiwa Sampit antara Suku Dayak Vs Madura pada tahun 2001, konflik Ambon Tahun 1999, dan terakhir adalah demo aksi damai bela al Qur’an oleh jutaan kaum muslimin dari berbagai ormas Islam se-Indonesia di Jakarta, atas tuduhan kasus penistaan Agama Basuki Djahya Purnama alias Ahok. Sehingga memunculkan berbagai kontrofersi dan masih banyak kasus lagi yang suatu saat ia bisa membakar dan pecah seiring terus memanasnya suhu politik, agama, sosial, budaya yang menyulut timbulnya api konflik muncul kembali. Sungguh tragis dan memilukan jika melihat hal itu terus terjadi di Indonesia sebagai Negara demokrasi yang berasaskan pancasila. Akar masalah diatas, tentu saja tidak dapat dibiarkan berlarut-larut bila kita semua masih menghendali tegaknya Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI). Dalam konteks ini, merupakan keharusan bagi kita bersama untuk memikirkan upaya-upaya pemecahannya (solution). Termasuk pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal ini adalah dunia pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan mampu memberikan penyadaran (consciousness) kepada masyarakat melalui design materi-materi, metode, kurikulum hingga evaluasi yang menyadarkan masyarakat akan pentingnya sikap saling toleran, menghormati perebedaan suku, agama, ras, etnis dan budaya masyarakatvIndonesia yang multikultural. Dengan kata lain, sudah selayaknya pendidikan berperan sebagai media transformasi social, budaya dan multikulturalisme. Keywords: Pendidikan, Islam, Multikultural.
Copyrights © 2018