Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung merupakan kontestasi untuk memperebutkan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali sebagai salah satu sarana mempertegas prinsip kedaulatan rakyat. Pasal 1 angka (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 menyatakan bahwa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis. Bunyi Pasal ini secara tegas mensyaratkan bahwa Pilkada harus dilaksanakan secara demokratis di bawah asas yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil). Salah satu syarat untuk mewujudkan Pilkada yang Luber dan Jurdil adalah tersedianya kerangka hukum yang jelas serta dapat dipatuhi baik oleh penyelenggara, kontestan, institusi pemerintahan, maupun masyarakat secara luas. Namun, tidak dapat dipungkiri, pelanggaran prinsip netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) masih saja menjadi fenomena yang selalu menghampiri dalam setiap penyelenggaran Pilkada, padahal dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan telah disebutkan bahwa ASN harus terbebas dari kegiatan politik praktis. Kondisi inilah yang kemudian memerlukan telaah lebih mendalam baik dari segi aspek regulasinya maupun dari aspek implementasinya.
Copyrights © 2024