Dalam era digital, media sosial telah menjadi alat utama dalam membentuk opini publik, khususnya dalam konteks politik. Fenomena eufemisme yang secara strategis digunakan untuk memainkan peran signifikan dalam kampanye politik, termasuk pada pemilihan calon presiden 2024. Melalui pemilihan kata-kata yang halus, tersamar, atau bahkan manipulatif para politukus yang mampu memengaruhi persepsi publik terhadap pasangan calon tertentu. Praktik ini sering kali menggunakan strategi bahasa seperti eufemisme, yakni penggunaan ungkapan yang lebih lembut atau netral untuk menggantikan istilah yang dianggap negatif atau kontroversial. Misalnya, kritik keras terhadap kandidat tertentu dapat diubah menjadi narasi yang tampak seperti "penilaian objektif" atau "masukan konstruktif." Sebaliknya, kesalahan atau kontroversi pasangan yang didukung kerap dibungkus dalam ungkapan yang menghindari tanggung jawab langsung. Dengan memanfaatkan eufemisme tidak hanya menciptakan narasi yang cenderung memihak tetapi juga membangun citra tertentu yang diharapkan mampu menarik simpati pemilih. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting tentang sejauh mana penggunaan bahasa yang disesuaikan dalam kampanye politik dapat memengaruhi kesadaran kritis masyarakat. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara eufemisme dan dampaknya terhadap opini publik dalam konteks kampanye politik modern.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024