Penelitian ini mengkaji status pernikahan suami yang hilang (mafqud) menurut pandangan imam mazhab dalam hukum Islam. Suami mafqud adalah suami yang hilang tanpa jejak dan tanpa kabar, menyebabkan ketidakpastian bagi istri dan keluarganya mengenai status pernikahan dan masa depannya. Hal ini memunculkan berbagai implikasi hukum yang perlu dipertimbangkan secara seksama. Mazhab Hanafi cenderung menetapkan bahwa istri harus menunggu sampai ada kepastian mengenai keberadaan suami, ketika ada bukti yang cukup tentang kematian suami, maka hakim yang akan memutuskannya. Mazhab Maliki memberikan jangka waktu empat tahun untuk penantian sebelum istri bisa menikah lagi, sementara Mazhab Syafi'i dan Hanbali umumnya memperbolehkan istri untuk mengajukan pembatalan pernikahan setelah empat tahun penantian, dengan proses pengadilan yang memastikan bahwa suami tidak mungkin kembali. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis, dengan menggali sumber-sumber klasik dan kontemporer dari masing-masing mazhab untuk memahami argumen dan dasar hukum yang digunakan. Fokus utama adalah solusi mengatasi masalah ketidakpastian yang dihadapi oleh istri suami mafqud, serta implikasi hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pandangan antara imam mazhab mencerminkan kekayaan dan fleksibilitas hukum Islam dalam menyikapi masalah kompleks seperti suami mafqud. Pendekatan yang diambil oleh masing-masing mazhab menunjukkan upaya untuk mencapai keadilan dan perlindungan hak-hak istri, meskipun dengan jangka waktu dan prosedur yang berbeda. Pemahaman yang mendalam tentang pandangan-pandangan ini sangat penting bagi institusi hukum dan masyarakat dalam mengatasi kasus-kasus serupa di era modern. Kata Kunci: suami mafqud, hukum Islam, imam mazhab, status pernikahan
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025