Proses penyelesaian perkara dalam pembuktian hukum acara perdata, terkadang  menjumpai suatu permasalahan di mana para pihak yang berperkara masih kurang memahami dasar - dasar dan ketentuan dari suatu alat bukti. Salah satunya ialah terdapat pada contoh kasus dalam putusan perkara Pengadilan Agama Bangil nomor:0160/Pdt.G/2015/PA.Bgl. Pada kasus ini pihak yang mengajukan gugatan pembatalan hibah menyertakan sebuah alat bukti akta di bawah tangan dalam bentuk surat pernyataan hibah, dan hanya di waarmeking di notaris tanpa menyertakan tanggal pembuatannya. Dalam hal ini surat pernyataan hibah masih belum cukup untuk memenuhi unsur - unsur serta dasar dari suatu perbuatan hukum. Sehingga dalam kedudukan dan kepastian hukum dari surat pernyataan hibah sebagai alat bukti masih diragukan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis. Hasil analisis dari penelitian ini menyatakan bahwa Surat (akta) pernyataan dibawah tangan sebagai alat bukti memiliki  kedudukan hukum  berdasarkan pada  3  macam  syarat  yaitu,  pertama diakui  kebenarannya yang berdasar pada Pasal 1875 KUHPerdata, kedua surat pernyataan harus di periksa dipersidangan menyesuaikan ketentuan Yurispudensi Mahkamah Agung No.3901 K/Pdt/1985, dan terakhir didukung dengan alat bukti yang lain. Selain itu dalam mencakup kepastian hukum dari surat pernyataan hibah yang mendasari pada prsoses nya ijab/qobul pada kasus tersebut, harus memenuhi unsur dan syarat yang diatur dalam Pasal 682 (2) dan Pasal 687 (KHES).
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024