Penelitian ini membandingkan tafsir Al-Manar karya Rasyid Ridha dan tafsir Al-Wasith karya Muhammad Sayyid Thanthawi dalam menjelaskan relasi sosial antara umat Islam dan ahli kitab. Kedua tafsir ini bercorak adaby ijtima’i (sastra dan sosial kemasyarakatan), di mana tafsir al-Manar adalah pelopor kebangkitan tafsir modern abad 20. Sedangkan tafsir Al-Wasith merupakan tafsir yang padat dan ringkas karya Syaikhul Azhar yang menjadi salah satu tafsir rujukan di abad 21 ini. Fokus pembahasan berkaitan dengan surat Al-Maidah ayat 5 mengenai kehalalan mengkonsumsi sembelihan dan menikahi wanita ahli kitab, dan surat Al-Maidah ayat 51 mengenai larangan menjadikan ahli kitab sebagai pemimpin dan teman setia. Dengan pendekatan komparatif, penelitian ini mendapati adanya perbedaan dalam menjelaskan makna “ahli kitab” yang berimplikasi pada perbedaan hukum yang berlaku dalam relasi sosial, serta solusi yang ditawarkan dalam rangka menjaga akidah umat Islam. Rasyid Ridha cendrung memaknai ahli kitab dengan makna yang luas, sementara Sayyid Thanthawi mambatasi maknanya pada Yahudi dan Nasrani saja. Perbedaan ini berpengaruh terhadap tafsiran hukum mengkonsumsi sembelihan dan menikahi wanita ahli kitab. Begitu juga terdapat perbedaan dalam menjelaskan penyebab larangan mengangkat pemimpin dan teman setia dari kalangan ahli kitab. Meskipun begitu kedua mufassir sepakat akan pentingnya menjaga akidah umat islam dalam relasi sosial dengan ahli kitab namun dengan pendekatan yang berbeda. Penelitian ini juga menunjukkan perkembangan tafsir sosial yang cukup signifikan dari abad ke 20 hingga abad 21, dalam menjawab problematika umat menghadapi relasi sosial dengan ahli kitab.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025