Pemutusan hubungan kerja dinilai tentunya sangat merugikan bagi para pekerja. kondisi ini dinilai sangat kritis dilihat dari proses peradilan yang kurang menguntungkan bagi pekerja atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Permasalahan pemutusan hubungan kerja adalah masalah yang seringkali menjadi perhatian utama, tidak jarang pemutusan hubungan kerja (PHK) berakhir melalui pengadilan, karena mekanisme tersebut telah diatur oleh Undang-Undang No. 13 Tentang Ketenagkerjaan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Setelah terbitnya Putusan MK No. 94/PUU-XXI/2023 terjadi perbedaan terhadap permasalahan PHK, khususnya tentang daluarsa menuntut, apabila pekerja mengalami PHK. Pemberlakuan Putusan MK tanpa melihat sejak kapan pekerja tersebut telah bekerja di suatu perusahaan, membuat pekerja merasa diperlakukan tidak adil, yang disebabkan karena berkurangnya perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK pasca terbitnya Putusan MK tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menginventarisasi, mengkaji dan menganalisis serta memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. Spesifikasi Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Batasan daluarsa pada jangka waktu 1 (satu) tahun untuk pengajuan gugatan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK), sebagaimana ketentuan dalam Pasal 82 UU PPHI, yang mana substansinya hanya mengatur daluarsa bagi PHK terhadap Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Namun demikian dengan terbitnya Putusan MK No. 94/PUU-XXI/2023 tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan norma, yang mana daluarsa 1 (satu) tahun untuk melakukan gugatan, berlaku bagi seluruh PHK tanpa melihat penyebab terjadinya PHK tersebut.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024