Penelitian ini bertujuan untuk mendialogkan Kitab Keagamaan dengan kearifan lokal dalam kepercayaan “Jingitiu” yang ada pada masyarakat Sabu-Raijua untuk menghasilkan nilai-nilai etika lingkungan agar mengontrol perilaku masyarakat terhadap pegelolaan sumber daya alam. Penelitian ini dimotivasi oleh meningkatnya aksi eksploitasi yang dilakukan oleh masyarakat akibat kemajuan teknologi. Metode Penelitian yang digunakan ialah kualitatif dengan studi pustaka sebagai pengumpulan data. Kearifan lokal Jingitiu ini menggambarkan keseimbangan antara manusia dan alam. Kepercayaan ini menganggap bahwa penguasa tertinggi adalah alam semsesta yang disebut Lirubala (Tuhan Langit). Semua tata kehidupan manusia yang berkaitan dengan bertani dan menyadap lontar harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan berdasarkan waktu ritual. Penyimpanagan yang dilakukan terhadap ritual ini dipercaya akan mengakibatkan krisis alam seperti kemarau, serangan hama dan bencana lainnya. Penganut kepercayaan dan nilai yang terkandung dalam kearifan lokal ini mulai berkurang seiring berkembangnya zaman. Kitab keagamaan dalam hal ini Alkitab memiliki peran terhadap pembentukan nilai pada masyarakat. Dasar kitab suci maupun bukti-bukti budaya menggambarkan ketergantungan antara manusia dan alam yang saling melengkapi. Dalam membangun kesadaran terhadap etika lingkungan, Kitab keagamaan dapat memberikan dan membentuk makna bagi masyarakat begitupun juga dengan kearifan lokal yang telah tertanam sebagai identitas sosial. Oleh karena itu dialog konstruktif Kitab Keagamaan dan kearifan lokal Jingitiu dapat memperbaiki relasi anatara masyarakat Sabu-Raijua terhadap alam.
Copyrights © 2024