<![CDATA[Guru SLB memiliki tugas dan peran yang lebih kompleks sehingga memiliki sikap resiliensi spiritual untuk menghadapi tantangan tersebut sangatlah penting, apalagi jika guru tersebut juga merupakan penyandang disabilitas yang berkebutuhan khusus penglihatan atau tunanetra bukan bawaan. Pengalaman menggali resiliensi dan spiritual guru penyandang tunanetra bukan bawaan dapat memberikan motivasi bagi staf pengajar lainnya untuk selalu menjaga dedikasinya dalam mengajar, khususnya guru penyandang disabilitas. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, observasi dan wawancara merupakan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Proses analisis data berlangsung bersamaan dengan pengumpulan data dalam jangka waktu tertentu. Untuk memudahkan pemahaman data, penelitian ini menggunakan model analisis interaktif dari Miles dan Huberman melalui langkah pengumpulan data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan proses observasi dan wawancara terhadap tiga subjek penelitian terkai proses resiliensi spiritual guru tunanetra non bawaan dan tantangan dalam mendidik anak berkebutuhan khusus di SLBN Cileunyi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Aspek-aspek yang membentuk ketahanan spiritual meliputi regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, analisi masalah, efikasi diri, pencapaian dalam diri sendiri dan sebagai guru, serta religiusitas. Berdasarkan temuan data yang diperoleh maka proses ketahanan spiritual yang dimiliki oleh guru penyandang tunanetra non bawaan di SLBN Cileunyi dinyatakan sangat baik, hal ini terlihat dari beberapa aspek antara lain, resiliensi spiritual yang didasari oleh rasa sabar, syukur, ikhlas dan semangat pengabdian serta rasa tanggung jawab untuk menjadi guru inspiratif.]]>
Copyrights © 2025
