Dispensasi kawin merupakan salah satu permohonan yang belakangan ini menjadi trending perkara yang diajukan di pengadilan agama. Pernikahan usia dini menjadi marak seiring dengan merosotnya akhlak pergaulan anak zaman ini. Beragam alasan digunakan untuk pengajuan dispensasi kawin, ada yang memang dipertimbangkan hakim sebagai alasan yang urgen, namun ada juga yang tidak ada esensi urgensi. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan disparitas hakim dalam menafsirkan makna urgen dalam berbagai penetapannya. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, yang peneliti mendeskripsikan pertimbangan hukum hakim dalam menafsirkan makan urgensi dalam penetapannya. Bahan hukum yang diteliti adalah penetapan Nomor 319/Pdt.P/2023/PA.Bjm, 281/Pdt.P/2024/PA.Plh, 104/Pdt.P/2024/PA.Bjb, 82/Pdt.P/2024/PA.Brb, 133/Pdt.P/2023/PA.Brb, 18/Pdt.P/2021/PA.Brb, 25/Pdt.P/2024/PA.Rtu, 13/Pdt.P/2024/PA.Rtu, 492/Pdt.P/2024/PA.Mtp, dan 348/Pdt.P/2024/PA.Mrb. Hasil dari penelitian ini menunjukkan: Pertama, terjadi perbedaan penafsiran antar hakim se wilayah Kalimantan Selatan tentang makna urgensi/mendesak sebagai alasan permohonan dispensasi kawin. Hal ini berakibat ketidakseragaman penetapan di beberapa wilayah meskipun memiliki latar belakang kasus yang sama.
Copyrights © 2025