Banyaknya sediaan obat nyamuk yang berkembang dan beredar di pasaran mengharuskan konsumen untuk cerdas memilih karena berkaitan dengan penggunaannya dalam jangka waktu lama dan berisiko menimbulkan banyak kelainan, salah satunya diukur melalui jumlah sel radang di nasofaring.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh obat nyamuk sediaan bakar, aerosol, dan elektrik terhadap jumlah sel radang di nasofaring. Penelitian eksperimental dengan rancangan post test only control group design) ini menggunakan hewan percobaan mencit (Mus musculus) berumur 2-3 bulan. Kelompok I sebagai kontrol, sementara kelompok II, III dan IV diberi paparan obat anti nyamuk masing-masing sediaan aerosol satu kali semprot, bakar 10 menit dan elektrik 10 menit satu kali sehari selama 14 hari. Kemudian hewan coba di keempat kelompok tersebut didekapitasi dan diambil jaringan nasofaringnya untuk dibuat preparat dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) dan diuji dengan uji Kruskal-Wallis, dilanjut dengan uji Mann-Whitney. Hasil minimum, median, dan maksimum derajat sel radang di Nasofaring yaitu K-I: 0.00, 0.00, 1.00; K-II: 0.00, 1.00, 2.00; K-III: 1.00, 1.00, 2.00; K-IV: 1.00, 2.00, 2.00. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p=0,023 (p<0,05). Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan ada perbedaan signifikasi serbukan sel-sel radang pada keempat kelompok, dengan nilai p K-I × K-II p=0,180; K-I × K-III p=0,014; K-I × K-IV p=0,011; K-II × K-III p=0,212; K-II × K-IV p=0,118; K-III × K-IV p=0,549. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh obat nyamuk sediaan bakar, aerosol, dan elektrik terhadap jumlah sel radang di nasofaring. Perbedaan jumlah sel radang bermakna tampak antara kelompok I dengan kelompok III (0.014) dan kelompok I dengan kelompok IV (0.011)
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024