Artikel ini membahas keberagaman kriteria hisab dan rukyat dalam penentuan awal bulan Qomariyah oleh berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, dan LDII. Perbedaan metode dan interpretasi terhadap ayat dan hadis tentang hilal menjadi penyebab utama terjadinya polemik penentuan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Meskipun terdapat perbedaan, pemerintah melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan sebagai otoritas tunggal yang mengeluarkan fatwa dan menyatukan berbagai kriteria melalui pendekatan Imkan Rukyat. Fatwa MUI No. 2 Tahun 2004 dijadikan acuan nasional dalam menentukan awal bulan Qomariyah dengan menggabungkan pendekatan hisab dan rukyat. Artikel ini menekankan pentingnya koordinasi antara ormas dan pemerintah demi mewujudkan kalender Islam nasional yang seragam di Indonesia.Kata kunci: Hisab, Rukyat, Hilal, Ormas. Abstract: This article discusses the diversity of criteria for hisab and rukyat in determining the beginning of the month of Qomariyah by various Islamic community organizations (CSOs) in Indonesia, such as Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, and LDII. Differences in methods and interpretations of verses and hadiths about the new moon are the main cause of the polemic over the determination of the beginning of the months of Ramadan, Shawwal, and Dzulhijjah. Despite the differences, the government through the Indonesian Ulema Council (MUI) plays the role of the sole authority that issues fatwas and unifies various criteria through the Imkan Rukyat approach. MUI Fatwa No. 2 of 2004 was used as a national reference in determining the beginning of the month of Qomariyah by combining the approach of hisab and rukyat. This article emphasizes the importance of coordination between CSOs and the government in order to realize a uniform national Islamic calendar in Indonesia.Keywords: Hisab, Rukyat, Hilal, CSOs.
Copyrights © 2020