cover
Contact Name
Siti Tatmainul Qulub
Contact Email
tatmainulqulub@uinsa.ac.id
Phone
+6285290373455
Journal Mail Official
prodifalak@gmail.com
Editorial Address
Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Ampel, Jl. Jend. A. Yani No. 117 Surabaya 60237. Telp. (031) 8417198. E-mail: prodifalak@gmail.com
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy
ISSN : 27758206     EISSN : 27747719     DOI : https://doi.org/10.15642/azimuth.2020.1.1
Azimuth Journal of Islamic Astronomy merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya. Jurnal ini terbit dua kali dalam satu tahun pada bulan Januari dan Juli. Jurnal ini memuat artikel tentang ilmu falak dan ilmu-ilmu terkait.
Articles 52 Documents
Peluang dan Tantangan Kalender Islam Internasional Mohammad Ilyas Yaqin, Ahmad Ainul
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 1 No. 1 (2020): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v1i1.712

Abstract

Abstrak: Keberadaan kalender Islam internasional sangat urgen, namun sampai saat ini belum ada metode dan kriteria yang mapan untuk dijadikan pedoman. Salah satu sarjana Muslim yang melakukan penelitian komprehensif untuk menemukan metode dan kriteria yang tepat adalah Mohammad Ilyas. Sistem kalender yang diusulkan Mohammad Ilyas memiliki dua unsur pokok yaitu: Pertama, hisab imkanu rukyat atau visibilitas hilal (crescent visibility); dan Kedua, Garis Tanggal Kamariah Antar Bangsa atau International Lunar Date Line (ILDL). Implementasi terwujudnya ILDL yang digagas oleh Mohammad Ilyas masih sangat sulit diterima oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan permulaan garis-garis tanggal tersebut setiap bulannya berubah-ubah dengan menyesuaikan kedudukan atau posisi hilal di mana wilayah pertama kali terlihat (imkanu rukyat), sehingga tidak memberikan kepastian garis nol derajatnya. Masyarakat Islam juga belum mampu memisahkan pergantian hari dengan IDL yang digunakan pada kalender Masehi sehingga terjadi double standard perubahan hari. Bagi Mohammad Ilyas, tantangan dan hambatan menuju unifikasi kalender Islam internasional menjadi tanggung jawab ilmiah bagi kaum intelektual Islam, sehingga tidak mustahil jika Ilyas memberikan sebuah harapan pasti akan tercapai unifikasi kalender Islam internasional pada tahun 2020 M/ 1442 H. Kata Kunci: Mohammad Ilyas, Kalender Islam Internasional, Peluang dan Tantangan Abstract: The existence of the international Islamic calendar is very urgent, but until now there is no established method and criteria to be used as guidelines. One of the Muslim scientists who conducted comprehensive research to find appropriate methods and criteria is Mohammad Ilyas. The calendar system proposed by Mohammad Ilyas has two main elements: First, imkanu rukyat or crescent visibility; and Second, the International Armed Date Line or the International Lunar Date Line (ILDL). Implementation of the realization of ILDL initiated by Mohammad Ilyas is still very difficult to be accepted by society. This is because the beginning of the date lines are changing each month by adjusting the position or position of the new hilal where the area first seen (imkanu rukyat), so as not to provide certainty zero degrees. The Islamic community also has not been able to separate the change of days with the IDL that is used on the Christian calendar so that there is a double standard day change. For Mohammad Ilyas the challenges and obstacles to the unification of the International Islamic Calendar became a scientific responsibility for Islamic intellectuals. So it is not impossible if Ilyas gave a hope would be achieved unification of International Islamic Calendar in 2020 M / 1442 H. Keywords: Mohammad Ilyas, International Islamic Calendar, Opportunities and Challenges
Sistem Penanggalan Istirhamiah dalam Tinjauan Astronomi Himmatur Riza, Muhammad; Izzuddin, Ahmad
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 1 No. 1 (2020): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v1i1.769

Abstract

Abstrak: Penanggalan Istirhamiah merupakan sistem penanggalan berbasis Matahari (Solar System) yang sama dengan penanggalan Masehi, yakni menggunakan peredaran Bumi mengelilingi Matahari yang berjumlah 365,2425 hari dalam satu tahun. Penanggalan Istirhamiah ini sangat melekat di dalam hati jamaah Majelis Istirhami. yang berpusat di Desa Padarincang, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Perbedaan Penanggalan Istirhamiah dengan Penanggalan Masehi bukan hanya mengganti kata Masehi dengan Istirhamiah, tetapi juga awal tahunnya. Penanggalan Istirhamiah dimulai pada tahun 1998, tahun di mana mulai disusunnya selawat Istirham. Maka tahun 2019 Masehi adalah tahun 22 Istirhamiah. Begitu pula nama-nama bulan pada penanggalan Istirhamiah juga berbeda dengan bulan-bulan dalam penanggalan Masehi. Jika dianalisis dari kacamata Astronomi terdapat kesalahan-kesalahan dalam sistem Penanggalan Istirhamiah. Pertama, perbedaan antara Satu Tahun Tropis Matahari dengan Satu Tahun Penanggalan Istirhamiah. Kedua, penetapan tahun Epoch pada Penanggalan Istirhamiah. Ketiga, Penentuan Tahun Kabisat dalam Penanggalan Istirhamiah. Kata Kunci: Sistem Penanggalan, Tinjauan Astronomi, Penanggalan Istirhamiah. Abstract: The Istirhamiah date is the Solar System, which is the same as the Christian calendar, which uses the Earth's circulati on around the sun, which amounted to 365,2425 days in one year. This Istirhamiah calendar is deeply attached to the heart of Congregation of the Istirhami assembly. This is centered in Padarincang village, Cipanas, Cianjur, and West Java.The difference between the Istirhamiah date and the calendar is not only replacing the word CE (masehi) with Istirhamiah, but also the beginning of the year. The Istirhamiah calendar began in 1998, the year in which it began to be drafted Istirham. Then the year 2019 CE (masehi) was the year 22 Istirhamiah. Similarly, the names of the months on the calendar of Istirhamiah are also different from the months in the calendar of CE. If analyzed in an astronomical perspective there are some errors in the Istirhamiah date system which is, 1) the difference between one tropical year of the Sun and one year of Istirhamiah. 2) The determination of Epoch in the calendar of Istirhamiah. 3) The determination of leap year in Istirhamiah calendar. Keywords: System of Calendar, Astronomy Review, Istirhamiah Calendar.
Implikasi Kriteria Visibilitas Hilal Rekomendasi Jakarta 2017 Terhadap Penanggalan Hijriah di Indonesia Sopwan, Novi; Al-Hamidy, Abu Dzarrin
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 1 No. 1 (2020): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v1i1.786

Abstract

Abstrak: Sabit Bulan Muda (hilal) dipergunakan sebagai acuan dalam berbagai sistem penanggalan Bulan, misalnya penanggalan Hijriah/Islam, Hindu, Yahudi, dan sebagainya. Dalam upaya untuk mewujudkan kesatuan umat dengan kalender yang unifikatif secara global dan meminimalisasi terjadinya perbedaan antar negara dalam pelaksanaan ibadah berdasarkan penentuan awal bulan Hijriah, diusulkan kriteria tunggal yaitu ketinggian hilal minimum 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat yang disebut dengan rekomendasi Jakarta. Rekomendasi Jakarta 2017 merupakan kompromi kriteria penanggalan Islam dengan hasil terbaru dari kompilasi data pengamatan hilal yang paling tipis secara empirik. Usulan kriteria baru ini mengkondisikan hilal ke dalam estimasi posisi hilal yang yang lebih tinggi dibandingkan kriteria MABIMS sebelumnya. Dari telaah awal pada penentuan awal bulan hijriah tahun 1440, terdapat perbedaan penentuan antara rekomendasi Jakarta dengan kriteria MABIMS sebanyak 3 bulan yaitu Safar, Jumadil Awal, dan Zulhijjah. Perbedaan tersebut tidak termasuk perbedaan penentuan antara MABIMS dan wujudul hilal sebanyak 2 bulan yaitu Rabiul Akhir, dan Syaban. Telaah ini dapat menggambarkan kemungkinan perbedaan awal penentuan bulan dalam penanggalan Islam akibat adanya beberapa kriteria yang digunakan. Kata kunci: Kriteria visibilitas hilal, kriteria MABIMS, rekomendasi Jakarta 2017 Abstract: Young Crescent (hilal) is used as a reference in various lunar calendar systems, for example the calendar of Hijri / Islam, Hinduism, Judaism, and so on. In an effort to realize the unity of the people with a globally unified calendar and minimize differences between countries in the implementation of worship based on the determination of the beginning of the Hijri month, a single criterion is proposed, namely a minimum hilal height of 3 degrees and a minimum elongation of 6.4 degrees called the Jakarta recommendation. The 2017 Jakarta recommendation is a compromise of Islamic dating criteria with the latest results from the empirical thinnest observation of the hilal observation data. This proposed new criteria conditions the new moon to estimate the new moon position which is higher than the previous MABIMS criteria. From the preliminary study on the determination of the beginning of the Islamic calendar in 1440, there were differences in the determination between the Jakarta recommendations and the MABIMS criteria of 3 months, namely Safar, Jumadil Awal, and Zulhijjah. The difference does not include differences between the determination of MABIMS and wujudul hilal for 2 months, namely Rabiul Akhir, and Syaban. This study can illustrate the possibility of early differences in the determination of the month in the Islamic calendar due to the existence of several criteria used. Keywords: Hilal visibility criteria, MABIMS criteria, Jakarta recommendation 2017
Upaya Menyikapi Perbedaan Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia Muslifah, Siti
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 1 No. 1 (2020): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v1i1.788

Abstract

Abstrak: Penentuan awal bulan qamariah di Indonesia masih sering berbeda dan sulit untuk dipertemukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut diantaranya adalah: 1) adanya keberagaman aliran hisab rukyat, 2) hampir setiap kalangan/lembaga di negara ini ikut menetapkan awal bulan hijriyah seperti Kementerian Agama RI, ormas-ormas Islam (PBNU, PP. Muhammadiyah, PERSIS, dan lain lain), ahli-ahli hisab, jama’ah-jama’ah, dan pondok pesantren; 3) tidak adanya patokan yang konkrit tentang kriteria penentuan yang disetujui oleh seluruh ahli falak di Indonesia sebagai acuan bersama. Pemerintah melalui Badan Hisab Rukyat telah melakukan upaya menengahi perbedaan kriteria hilal dengan membuat kriteria imkan rukyat. Namun demikian, kriteria tersebut masih belum mampu menyatukan perbedaan. Jika perbedaan ini terus berlanjut maka akan meninggalkan permasalahan yang tak kunjung usai seperti keabsahan dan kekhusukan ibadah, munculnya konflik antar kelompok masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah, merosotnya kredibilitas ulama, serta rusaknya citra dan syiar Islam. Oleh karena itu, pemerintah melalui Menteri Agama perlu mengupayakan sebuah kriteria yang dapat diterima oleh semua golongan dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga negara di bawah naungan pemerintah. Kata kunci: Penentuan awal bulan qamariah, upaya menyikapi perbedaan, kriteria hilal Abstract: Determination of the beginning of the Islamic month in Indonesia is still often different and difficult to meet. Some factors that influence these differences include: 1) the diversity of hisab rukyat, 2) almost every circle / institution in this country took part in setting the beginning of the Islamic month such as the Indonesian Ministry of Religion, Islamic mass organizations (PBNU, PP. Muhammadiyah, PERSIS, and others), experts in reckoning, pilgrims, and boarding schools; 3) the absence of concrete benchmarks regarding the criteria for determination agreed by all astronomers in Indonesia as a common reference. The government through the Hisab Rukyat Agency has made efforts to mediate differences in the criteria for the hilal by making imkan rukyat criteria. However, these criteria have not been able to unify differences. If this difference continues, it will leave unending problems such as the validity and solemn worship, the emergence of conflict between community groups and between the community and the government, the decline in the credibility of the clergy, and the destruction of the image of Islam. Therefore, the government through the Minister of Religion needs to work on a criterion that is acceptable to all groups and must be obeyed by all citizens under the auspices of the government. Keywords: Determination of the beginning of the qamariah, efforts to respond the differences, criteria of crescent moon
Aplikasi Sains dan Teknologi Untuk Memverifikasi Deviasi Arah Kiblat Masjid-Masjid di Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo Munfarida, Imroatul
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 1 No. 1 (2020): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v1i1.789

Abstract

Abstrak: Penentuan arah kiblat masjid-masjid di Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo mayoritas menggunakan metode perkiraan, dimana akan ada deviasi jika diverifikasi dengan ilmu falak dan theodolite. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Teknik analisa datanya menggunakan metode statistik dan dibantu dengan analisa kualitatif. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan antara lain: dengan aplikasi sains dan teknologi dalam ilmu falak mampu memverifikasi deviasi arah kiblat masjid-masjid di Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo yaitu dengan mencari kiblat baku dikurangi kiblat nyata. Dari verifikasi tersebut, didapatkan deviasi (penyimpangan) rata-rata arah kiblat masjid-masjid di Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo sebesar 18o 20' 15.09”. Terjadinya deviasi antara arah kiblat baku dengan arah kiblat nyata masjid-masjid di Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo dikarenakan penentuan arah kiblat nyata rata-rata hanya dengan menggunakan metode perkiraan saja, sedangkan arah kiblat baku diukur dengan alat-alat yang akurasinya tinggi yaitu theodolite. Dari hasil pengukuran tersebut ada satu masjid yang arahnya bukan ke barat melainkan ke barat daya (tidak ke barat dan tidak ke arah kiblat). Kata kunci: Arah, kiblat, masjid, deviasi Abstract: Determination of the direction of the mosques in Mlarak District, Ponorogo Regency, the majority use the estimation method, where there will be a deviation if verified by astronomy and theodolite. This type of research is field research with quantitative and qualitative approaches. Data analysis techniques using statistical methods and assisted with qualitative analysis. This study produces conclusions, among others: with the application of science and technology in celestial science is able to verify the deviation direction of the mosques in the District of Mlarak, Ponorogo Regency, namely by looking for the standard Qibla minus the real Qibla. From this verification, the average deviation (direction) of the mosques in Mlarak Subdistrict, Ponorogo Regency is obtained 18o 20' 15.09". The deviation between the standard qibla direction and the real qibla direction of mosques in Mlarak Subdistrict, Ponorogo Regency is due to the determination of the real qibla direction only by using the estimation method only, while the standard qibla direction is measured by high accuracy tools, theodolite. From the results of these measurements there is a mosque whose direction is not to the west but to the southwest (not to the west and not to the Qibla). Keywords: Direction, Qibla, mosque, deviation
Desain Pengembangan Kurikulum Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya Berbasis Integrated Twin Towers Qulub, Siti Tatmainul
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 1 No. 2 (2020): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v1i1.887

Abstract

Abstrak: Artikel ini dimaksudkan untuk mengetahui integrasi antara Ilmu Falak dan astronomi dalam kurikulum Ilmu Falak, dan mendesain pengembangan kurikulum Ilmu Falak di UIN Sunan Ampel Surabaya yang berbasis integrated twin towers. Integrasi ilmu falak dan astronomi pada prodi studi ilmu falak sudah tampak pada level materi. Sebaran mata kuliah yang diberikan dalam pembelajaran di prodi ilmu falak memasukkan rumpun ulmu ilmu falak dan ilmu astronomi. Rumpun ilmu falak seperti Pengantar Ilmu Falak, Fiqh Mawaqit, Tafsir Ayat Hukum Falak, Hadis Hukum Falak, Sistem Penanggalan, Hisab Arah Kiblat & Waktu Shalat, Hisab Awal Bulan Qamariyah, Hisab Gerhana Bulan, Hisab Gerhana Matahari, Perangkat Rukyat Non-Optik, Perangkat Rukyat Optik, Kajian Teks Kitab Ilmu Falak, Praktikum Falak, dan Praktik Hisab dan Rukyah. Adapun rumpun ilmu astronomi meliputi; Dasar-Dasar Astronomi, Astronomi, Dasar-Dasar Astronomi Bola, Astronomi Bola, Dasar-Dasar Astrofisika, Astrofisika, Matematika, Studi Hisab dan Rukyat di Pelbagai Negara, Astronomi dan Kebudayaan. Adapun pada level filosofis dan strategi pembelajaran, integrasi keilmuan tidak terlalu tampak. Kedua, Desain kurikulum prodi ilmu falak dalam paradigma integrated twin towers diupayakan pada level materi dan metode pembelajaran. Level materi dan pembelajaran berjalan secara beriring. Kata Kunci: Ilmu Falak, Astronomi, Kurikulum Berbasis Integrated Twin Towers Abstract: This article was intended to determine the integration between Falak Science and astronomy in the Falak Science curriculum, and design the development of the Falak Science curriculum at UIN Sunan Ampel Surabaya based on integrated twin towers. The integration of falak and astronomy in astronomy study programs appeared at the material level. The distribution of courses given in learning at the astronomy study program includes the ul clump of astronomy and astronomy. Falak clusters such as Introduction to Falak Science, Mawaqit Fiqh, Falaf Law Interpretation, Falak Law Hadith, Calendar System, Reckoning of Qibla Direction & Prayer Times, Preliminary Reckoning of Qamariyah, Reckoning of Moon Eclipse, Reckoning of Sun Eclipse, Non-Optic Ruling Hadith, Calendar System, Reckoning of Qibla Direction & Prayer Times, Preliminary Reckoning of Qamariyah, Reckoning of Moon Eclipse, Reckoning of Solar Eclipse, Non-Optic Ruling Hadith, Devices Rukyat Optik, Text Study of the Book of Falak Science, Falak Practicum, and Hisab and Rukyah Practices. The astronomy family includes; Basics of Astronomy, Astronomy, Basics of Ball Astronomy, Ball Astronomy, Basics of Astrophysics, Astrophysics, Mathematics, Hisab and Rukyat Studies in Various Countries, Astronomy and Culture. As for the philosophical and learning strategy levels, scientific integration is not very visible. Second, the curriculum design of the celestial study program in the integrated twin towers paradigm is pursued at the level of material and learning methods. Material and learning levels go hand in hand. Keywords: Falak Science, Astronomy, Integrated Twin Towers Curriculum
Perhitungan Arah Kiblat dengan Rumus Analogi Napier Solikin, Agus
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 1 No. 2 (2020): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v1i2.1008

Abstract

Abstrak:        Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu untuk menggambarkan proses pengembangan lembar kerja mahasiswa (LKM) dalam perkuliahan matematika di prodi ilmu falak UINSA pada pokok kajian perhitungan arah kiblat dengan menggunakan rumus analogi Napier. Tujuan kedua yaitu untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap LKM yang telah disusun. Berkenaan dengan hal itu, maka penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berbasis eksperimen dengan data berasal dari literatur terkait dengan fokus dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh bahwa langkah-langkah pengembangan LKM dalam perkuliahan matematika di prodi ilmu falak UINSA pada pokok kajian perhitungan arah kiblat dengan menggunakan rumus analogi Napier ini dapat dilakukan dengan melakukan kajian terlebih dahulu tentang langkah-langkah perhitungan arah kiblat dengan analogi Napier dan selanjutnya dirumuskan dalam sebuah lembar kerja perhitungan. Sedanngkan respon mahasiswa terhadap LKM yang telah disusun yaitu 92,1% mahasiswa menyatakan LKM tersebut membuat perhitungan arah kiblat dengan Analogi Napier lebih mudah untuk dipahami. Kata Kunci:  Arah kiblat, analogi Napier, mahasiswa, matematika.   Abstract:       This research has two objectives, namely to describe the process of developing student worksheets (MFIs) in mathematics lectures in the UINSA Falak study program on the subject of the study of calculating the direction of Qibla using the Napier analogy formula. The second purpose is to find out the response of students to the MFIs that have been prepared. In this regard, this research is an experiment-based qualitative research with data derived from literature related to the focus of this study. Based on the research that has been done, it can be obtained that, the steps for MFI development in mathematics lectures in the UINSA Falak study program on the subject of the study of Qibla direction calculation using the Napier analogy formula can be done by conducting a study first about the steps for calculating the Qibla direction with the Napier Analogy and then formulated in a calculation worksheet. As a result of the student response to the MFI that has been compiled, 92.1% of students stated that the MFI makes the calculation of the direction of Qibla with the Napier Analogy easier to understand. Keywords:              Qibla direction, Napier analogy, student, mathematics.
Tinjauan Fiqih Waktu Salat terhadap Fenomena Pelaksanaan Puasa Ramadhan Warga Nganjuk yang Mengikuti Waktu Imsakiyah Bojonegoro Sam'un; Rohman, Holilur
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 2 No. 1 (2021): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v2i1.1009

Abstract

Puasa merupakan salah satu kewajiban yang wajib dijalankan bagi setiap orang  Puasa dimulai saat terbitnya fajar sampai terbenanmnya Matahari. Selaras dengan itu, secara umum perhitungan mulai dan berakhirnya puasa, mengikuti jadwal imsakiyah waktu setempat. Namun, hal yang berbeda di Sembung, Margopatut, Sawahan, Nganjuk yang dalam melaksanakan puasa mengikuti wilayah Bojonegoro.  Berangkat dari kasus tersebut di atas, maka penelitian ini dirancang dengan tujuan untuk mengetahui tinjaun fiqih waktu salat terhadap kasus tersebut Guna mencapai tujuan tersebut, maka penelitian ini dirnacang dalam penelitian kualititatif dengan metode pengumpulan data dengan penelaahan dokumen–dokumen yang terkait dengan obyek penelitian, serta analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif induktif. Berdasarkan penelitin yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa Pelaksanaan Puasa Warga Dusun Sembung Desa Margopatut Kabupaten Nganjuk Yang Mengikuti Waktu Imsakiyah Bojonegoro diperoleh bahwa waktu buka puasa selama satu tahun kalender masehi yang terdiri dari 365 hari terdapat 53% waktu maghrib lebih dahulu Bojonegoro 1 menit dibandingkan dengan wilayah Nganjuk, sedangkan 47% memperoleh hasil yang sama.
Determining Subuh Prayer Time Using GNU Octave To Find Polynomial Roots Damanhuri, Adi; Maskufa; Hadi, Chairul
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 3 No. 1 (2022): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v3i1.1055

Abstract

The standard used for the dawn prayer time schedule by the Indonesian government is the sun elevation angle 20°. That standard has been corrected a lot because it has not been assumed too late. Early research at dawn is mostly done using simple photometry tools, namely SQM, the processing of SQM output data varies, one of which is by polynomials, by reducing its function to the second derivative, and the first derivative root is substituted into the second derivative, so the turning point solution is represented by ?2y/?2t <0. The GNU Octave application helps to find the root of the first derivative easier and simpler by writing commands so that the root of the first derivative is obtained. With the polynomial method using GNU Octave, analyzing 19 observational data shows that the lowest elevation angle is -21.53 °, which means 1.53 ° faster, or 6 minutes 7.2 seconds from the official schedule, and the highest elevation angle is -11.38 ° or 34 minutes 28.8 seconds slower. On an average the elevation of the Sun angle is -16.59 ° ± 2.82 ° with difference of 3.41 ° or 13 minutes 38.4 seconds from the official schedule.
Kesaksian Rukyatul Hilal dalam Tinjauan Astronomi dan Hukum Acara Peradilan Agama Indonesia Mubarok, Muhammad Zaki; Azkarrula, Youla Afifah
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 3 No. 1 (2022): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v3i1.1401

Abstract

The condition of the pluralistic Indonesian society and various mass organizations raises various views regarding the determination of the beginning of the lunar month. This view is caused by differences in understanding and interpretation of verses and hadiths relating to the beginning of the lunar month. In Indonesia there was a case where when the new moon was below the criteria there was someone who testified to see the new moon and dared to take an oath. In essence, this is contrary to the view of astronomy and civil law in Indonesia. This research is included in the literature research with a qualitative approach. The results showed that astronomically and the procedural law of the religious courts, a person who testifies to seeing the new moon will be validated in astronomy through field data obtained as well as by the procedural law of the religious courts by fulfilling the requirements and criteria that apply in Indonesia, weather conditions that allow it to be seen. hilal, and in accordance with the Decree of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number KMA/095/X/2006.