Meskipun penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi terusdigencarkan, bahkan melalui upaya luar biasa sekalipun—pembentukan KPKdan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, namun sepertinya kerja pemberantasankorupsi masih harus melalui jalan panjang, mengingat begitu sistemik danmeluasnya praktik korupsi di negeri ini. Satu hal yang ditengarai menjadi sumberbetapa sistemik dan berjejaringnya praktik korupsi di Indonesia, ialah warisanbirokrasi masa lalu, yang lebih mengedepankan pada pendekatan relasipatrimonialistik. Melalui relasi ini, para birokrat—pejabat negara, pegawaipemerintah, kaum pengusaha, dan aparat penegak hukum, bertemu membentukjejaring korupsi, yang memberi untung bagi mereka, dalam sebuah hubunganpatron dan klien. Untuk itu, selain pembentukan sejumlah peraturanperundang-undangan yang memberikan legitimasi hukum bagi gerakpemberantasan korupsi, dan tentunya disertai dengan langkah nyata penegakanhukum, juga harus dibarengi dengan perubahan paradigma para penyelenggaradan aparat negara. Selain di level teknis reformasi birokrasi, model sistembirokrasi patrimonialistik yang selama ini mengakar, mesti diubah menjadisuatu konsep birokrasi rasional, yang memberikan dukungan sepenuhnya bagipenyelenggaraan sebuah pemerintahan modern. Harus diciptakan demarkasi,yang memberikan batasan tegas antara birokrasi patrimonialistik masa laluyang korup, dengan birokrasi rasional yang bebas korupsi.
Copyrights © 2011