Wahyudi Djafar
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Menegaskan Kembali Komitmen Negara Hukum: Sebuah Catatan Atas Kecenderungan Defisit Negara Hukum di Indonesia Djafar, Wahyudi
Jurnal Konstitusi Vol 7, No 5 (2010)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (749.551 KB) | DOI: 10.31078/jk%x

Abstract

Bila dilacak akarnya, gagasan tentang negara hukum, adalah kelanjutan dari pemikiran tentang pembatasan kekuasaan, sebagai sealah satu prinsip dari konstitusionalisme-demokrasi. Inti dari pemikiran tentang negara hukum, adalah adanya pembatasan terhadap kekuasaan, melalui sebuah aturan yuridis—undang- undang. Seperti diungkapkan Andrew Heywood, menurutnya dalam ruang lingkup yang sempit, konstitusionalisme dapat ditafsirkan sebatas penyelenggaraan negara yang dibatasi oleh undang-undang dasar—inti negara hukum. Artinya, suatu negara dapat dikatakan menganut paham konstitusionalisme jikalau lembaga-lembaga negara dan proses politik dalam negara tersebut secara efektif dibatasasi oleh konstitusi. Sedangkan dalam pengertian yang luas, konstitusionalisme adalah perangkat nilai dan manifestasi dari aspirasi politik warganegara, yang merupakan cerminan dari keinginan untuk melindungi kebebasan, melalui sebuah mekanisme pengawasan, baik internal maupun eksternal terhadap kekuasaan pemerintahan (Heywood, 2002: 297). ...
DEVELOPING AN EQUILIBRIUM OF PROTECTION OF THE RIGHT TO PRIVACY AND NATIONAL SECURITY IN TERRORISM ERADICATION IN INDONESIA Djafar, Wahyudi; Syauqillah, Muhamad
Journal of Terrorism Studies Vol. 4, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tension between privacy and security is nothing new, however due to the development of information and communication technology use as well as more intensive efforts of terrorism eradication have affected to the increasing level of the conflict. The need for national security is often similar to the situation of state of emergency, which enables the state to conduct several limitations to the implementation of right to privacy. Many states use the said justification and further position the element of national security to be in the superior position compared to the protection of civil liberties, including right to privacy. As a result, the act of limitation to the implementation of right to privacy in the context of terrorism eradication is deemed as ordinary and justified by law. In addition to that, to legitimize such policy, the state often sustains the state of emergency situation with no clear time limit. Departing from such situation, there needs to build an equilibrium between security and protection of the right to privacy by adapting to the continually changing reality. Today's technology development enables the state to track the movement of each person and create detailed and comprehensive profile of its citizen's life, so that the limitation of privacy also changes. However, even with the reason of terrorism eradication, the actions executed by the state must refer to several specific principles to ensure the protection of rights and fundamental freedoms.
MEMOTONG WARISAN BIROKRASI MASA LALU, MENCIPTAKAN DEMARKASI BEBAS KORUPSI (DEDUCTING BUREAUCRACY LEGACY OF THE PAST, CREATING A FREE CORRUPTION DEMARCATION) Djafar, Wahyudi
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 8, No 2 (2011): Jurnal Legislasi Indonesia - Juni 2011
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54629/jli.v8i2.361

Abstract

Meskipun penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi terusdigencarkan, bahkan melalui upaya luar biasa sekalipun—pembentukan KPKdan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, namun sepertinya kerja pemberantasankorupsi masih harus melalui jalan panjang, mengingat begitu sistemik danmeluasnya praktik korupsi di negeri ini. Satu hal yang ditengarai menjadi sumberbetapa sistemik dan berjejaringnya praktik korupsi di Indonesia, ialah warisanbirokrasi masa lalu, yang lebih mengedepankan pada pendekatan relasipatrimonialistik. Melalui relasi ini, para birokrat—pejabat negara, pegawaipemerintah, kaum pengusaha, dan aparat penegak hukum, bertemu membentukjejaring korupsi, yang memberi untung bagi mereka, dalam sebuah hubunganpatron dan klien. Untuk itu, selain pembentukan sejumlah peraturanperundang-undangan yang memberikan legitimasi hukum bagi gerakpemberantasan korupsi, dan tentunya disertai dengan langkah nyata penegakanhukum, juga harus dibarengi dengan perubahan paradigma para penyelenggaradan aparat negara. Selain di level teknis reformasi birokrasi, model sistembirokrasi patrimonialistik yang selama ini mengakar, mesti diubah menjadisuatu konsep birokrasi rasional, yang memberikan dukungan sepenuhnya bagipenyelenggaraan sebuah pemerintahan modern. Harus diciptakan demarkasi,yang memberikan batasan tegas antara birokrasi patrimonialistik masa laluyang korup, dengan birokrasi rasional yang bebas korupsi.