Kolonialisme telah memberikan dampak yang mendalam pada sejarah dan perkembangan Indonesia, memengaruhi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan kesusastraan. Sastra poskolonial menjadi medium penting untuk mengeksplorasi pengalaman masyarakat terjajah dan mengkritik dampak kolonialisme. Dalam konteks ini, novel Rasina karya Iksaka Banu menjadi relevan untuk dianalisis, terutama terkait representasi subaltern. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk penindasan yang dialami kaum subaltern dan mengungkap bentuk-bentuk perlawanan perempuan subaltern dalam novel tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis untuk mengkaji fenomena subaltern dalam novel Rasina karya Iksaka Banu. Data yang dianalisis berupa kata, kalimat, dan paragraf yang dikutip dari novel Rasina berkaitan dengan isu subaltern. Instrumen utama penelitian adalah peneliti sendiri, dengan bantuan tabel inventaris data untuk mengklasifikasikan bentuk penindasan dan perlawanan subaltern. Keabsahan data dijamin melalui triangulasi teori. Analisis data dilakukan melalui reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan berbasis teori poskolonial dan subaltern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk penindasan subaltern dalam novel Rasina mencakup kekerasan fisik, verbal, degradasi martabat, pemiskinan, dan pembodohan, yang mencerminkan ketimpangan kekuasaan kolonial. Meski mengalami berbagai bentuk opresi, tokoh-tokoh subaltern, khususnya Rasina, tetap menunjukkan perlawanan melalui tindakan fisik, membangun jaringan sosial, melarikan diri, dan melapor ke pihak berwenang. Sebagai refleksi teoretis, kajian ini memperkaya wacana sastra poskolonial Indonesia dan memperluas penerapan teori subaltern untuk memahami dinamika kekuasaan dan penindasan. Secara praktis, penelitian ini menyarankan penguatan literasi sosial dan gender dalam pendidikan, serta penerbitan lebih banyak karya sastra yang mengangkat suara subaltern sebagai agen perubahan sosial.
Copyrights © 2025