Norma sangat diperlukan bagi kehidupan manusia dalam proses interaksinya dalam bermasyarakat. Ketaatan pada norma-norma akan menciptakan ketertiban. Pemerintah masih berupaya mempertahankan beberapa pasal kontroversial dalam undang-undang ini, salah satunya pasal penghinaan Presiden/Wakil Presiden. Padahal Mahkamah Konstitusi dalam putusannya sudah menghapus pasal tersebut, karena dinilai inkonstitusional. Namun, pada KUHP UU Nomor 1 Tahun 2023 mengembalikan pasal penghinaan Presiden pada Pasal 218 dan 219. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah Yuridis Normatif. Teknik ini merupakan, pengumpulan dengan cara mencari kepustakaan. Data yang telah di dapat akan dianalisis secara kualitatif. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menguji pasal tentang Penghinaan Presiden, dan Mahkamah menghapusnya karena dianggap inkonstitusional. Pasal Penghinaan Presiden sangat rentan digunakan di Indonesia karena tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar. Asas lex posterior derogat legi priori berarti undang undang yang baru akan membatalkan keberlakuan undang-undang lama. Dalam hal ini Putusan Mahkamah sebagai aturan baru dalam pengaturan penghinaan kepada Presiden Putusan Mahkamah Konstitusi diatur pada pasal 24 C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Semua elemen masyarakat tanpa terkecuali wajib melaksanakan kebijakan Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, putusan Mahkamah Konstitusi mengikat secara hukum pada semua pihak yang terlibat ketentuan yang diputusakan, putusan tersebut bersifat wajib terhadap semua. Dengan di undangkannya suatu undang-undang akan mengakibatkan hukum yang sama, yang berakibat keputusan tersebut mengikat semua elemen masyarakat tanpa terkecuali.
Copyrights © 2024