Artikel ini mengkaji secara kritis penafsiran terhadap Q.S. Al-Syu’arâ` ayat 154–158 yang mengaitkan mukjizat unta Nabi Shalih dengan manfaat air liur unta sebagai agen antibakteri. Penafsiran ini muncul dalam kerangka tafsir sains yang berupaya mengintegrasikan teks wahyu dengan temuan ilmiah kontemporer. Dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan studi pustaka, kajian ini menelaah berbagai sumber tafsir klasik dan modern serta literatur ilmiah mengenai potensi biologis air liur unta. Salah satu penafsiran yang dianalisis adalah pendapat Sulaimân bin Shâlih al-Qar’âwî yang menyatakan bahwa unta Nabi Shalih berperan sebagai penetral wabah melalui air liurnya. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun air liur unta mengandung bakteri Bacillus yang memproduksi senyawa antibakteri, klaim bahwa ayat tersebut mendukung manfaat terapeutik air liur unta tidak memiliki dasar tekstual yang kuat dalam Al-Qur’an. Lebih jauh, sifat resistensi bakteri dalam air liur unta terhadap berbagai antibiotik menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyebaran resistensi antimikroba. Dengan demikian, artikel ini menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam mengintegrasikan tafsir dan sains agar tidak terjebak dalam reduksionisme ilmiah yang mengaburkan makna asli teks wahyu. Kajian ini diharapkan dapat memperkaya wacana tafsir interdisipliner dalam studi keislaman kontemporer.
Copyrights © 2025