Etnosentrisme merupakan sikap yang rentan terjadi di Indonesia, berbagai etnis yang berbeda menjadi salah satu pemicunya. Dalam sejarah Indonesia, penduduk telah merasakan dampak negatif dari etnosentrisme para penjajah baik itu dari kolonial Belanda maupun Jepang. Setelah kemerdekaan, sikap etnosentrisme lagi-lagi menjadi masalah, dimana terdapat beberapa pemberontakan pasca kemerdekaan hingga konflik antar dua etnis berbeda.Penelitian ini menggunakan metode penulisa sejarah yang memiliki empat langkah, yaitu: (1) Heuristik; (2) Kritik; (3) Interpretasi; dan (4) Historiografi. Dengan pendekatan yang dilakukan melalui teori ilmu sosial sebagai interpretasi dalam penulisan sejarah etnosentrisme Batak Angkola Sipirok dalam gerakan Marsipature Hutanabe 1988-1990.Penelitian ini menggunakan metode penulisa sejarah yang memiliki empat langkah, yaitu: (1) Heuristik; (2) Kritik; (3) Interpretasi; dan (4) Historiografi. Dengan pendekatan yang dilakukan melalui teori ilmu sosial sebagai interpretasi dalam penulisan sejarah etnosentrisme Batak Angkola Sipirok dalam gerakan Marsipature Hutanabe 1988-1990.Etnosentrisme Batak Angkola Sipirok dalam Gerakan Marsipature Hutanabe pada tahun 1988 mulanya dianggap sebagai sikap primordialisme Guberbur Raja Inal Siregar yang tidak mampu meninggalkan kesukuannya, namun usulan gerakan pembangunan desa yang diadaptasi dari semboyan kuno suku Batak Angkola mendapat perhatian dan respon positif oleh kelompok etnis Batak Angkola di Sipirok, demikian timbullah sikap etnosentrisme yang etnis Batak Angkola baik yang di Sipirok dan diluar daerah mulai mengagungkan gerakan pembangunan desa yang dikaitkan dengan semboyan nenek moyak mereka.
Copyrights © 2025