Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dalam konflik bersenjata telah berkembang menjadi strategi militer sistematis yang digunakan untuk menundukkan, merusak moral, dan memecah komunitas lawan. Meskipun hukum internasional telah mengakui kekerasan seksual sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan melalui instrumen seperti Statuta Roma dan Resolusi PBB 1325, implementasinya di lapangan seringkali lemah, terfragmentasi, dan tidak berorientasi pada korban. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan analisis tematik induktif-konstruktivis untuk mengeksplorasi kesenjangan antara norma hukum internasional dan realitas perlindungan terhadap korban KBG dalam konflik. Temuan menunjukkan bahwa selain hambatan struktural dan politik, stigma sosial dan ketidaksensitifan sistem hukum terhadap trauma korban menjadi kendala besar dalam penegakan keadilan. Studi ini menawarkan pendekatan alternatif melalui pengembangan Gender-Based Harm Response Model (GBHRM) yang menggabungkan prinsip keadilan restoratif berbasis komunitas dan sistem hukum internasional. Penelitian ini juga menekankan pentingnya transformasi militer sebagai aktor perlindungan korban dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip gender dan hak asasi manusia ke dalam strategi dan operasi. Dengan demikian, studi ini tidak hanya memperkaya diskursus akademik, tetapi juga memberikan kontribusi strategis bagi reformasi hukum dan kebijakan militer dalam konteks perlindungan kemanusiaan selama konflik.
Copyrights © 2025