Dalam ranah teori, feminisme mempunyai konsep dan paradigma yang telah melahirkan produk pemikiran dan gagasan perubahan, dimana fokus utamanya adalah untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Pendekatan feminisme yang kemudian dijadikan alat dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an yang terlanjur ditafsirkan secara patriarki, dimulai dari apa yang oleh para tokoh feminis sebut sebagai “ketidakadilan gender”, dan terlanjur dijustifikasi sebagai pemahaman agama yang otoritatif. Tujuan dari tafsir feminis adalah untuk mengakhiri ketidakseimbangan penafsiran yang cenderung bias gender. Kisah Adam dan Hawa dalam artikel ini akan dibaca ulang menggunakan paradigma feminisme kontemporer yang lebih dominan pada pendekatan hermeneutik dan berbasis keadilan gender. Paradigma feminisme kontemporer memandang bahwa, tidak mungkin ada suatu diskriminasi terhadap perempuan yang dilegitimasi oleh al-Qur’an. Jika itu ada, berarti ada kesalahan dalam memahami pesan moral al-Qur’an. Karena prinsip utama al-Qur’an adalah keadilan dan kesetaraan. Para tokoh feminisme memandang bahwa kisah dikeluarkannya Adam dan Hawa dari surga tidak bisa dipahami bahwa Hawa sebagai salah satu penyebab utamanya, karena penafsiran semacam itu akan memicu produk tafsir yang bias gender dan semakin memperkuat asumsi bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah akalnya dan lemah agamanya.
Copyrights © 2025