Program kredit taksi alsintan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan mengurangi production loss melalui peningkatan akses petani terhadap alat dan mesin pertanian (alsintan). Penelitian ini mengevaluasi efektivitas program tersebut menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR) dan analisis Break Even Point (BEP) luas lahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa program ini menghadapi beberapa tantangan utama. Pertama, ketidaksesuaian antara jenis alsintan yang dibiayai dengan skala usaha petani kecil yang mendominasi di Indonesia. Alat-alat besar seperti traktor roda 4 dan combine harvester memiliki BEP yang tinggi (9,48 Ha dan 11,28 Ha) serta Return on Investment (ROI) dan Gross Benefit-Cost Ratio (B/C) yang rendah, sehingga kurang cocok untuk petani dengan lahan sempit (<1 ha). Sebaliknya, alat-alat seperti handsprayer, pompa air, dan cultivator lebih sesuai karena memiliki BEP rendah serta ROI dan B/C yang lebih tinggi. Kedua, kurangnya pelatihan teknis menyebabkan penggunaan alsintan yang tidak optimal. Ketiga, prosedur birokrasi yang rumit membatasi akses petani kecil terhadap kredit. Akibatnya, program ini berisiko menciptakan vicious circle, di mana petani kesulitan mencapai titik impas dan membayar kredit. Untuk meningkatkan efektivitas program, diperlukan penyesuaian jenis alsintan yang dibiayai dengan luas lahan petani, peningkatan pelatihan teknis, penyederhanaan prosedur birokrasi, serta pengawasan yang lebih ketat untuk menghindari moral hazard dan penggunaan kredit yang tidak produktif. 
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025