Boplo Market, also known as Gondangdia Market, was built in the 1920s by N.V. de Bouwploeg in the Nieuw-Gondangdia-Menteng area. The name "Boplo" is a local adaptation of "Bouwploeg," meaning "building group." Reconstructed in 2014 after a fire, the market held significant value for residents during the 1960s-1980s. However, rapid globalization and the shift from conventional to digital transactions have caused a decline in buyers and sellers, revealing the need for architecture to adapt to changing demands. This study seeks to redesign Boplo Market, focusing on creating a flexible structure that can accommodate evolving functions. Applying the regenerative approach introduced by Pamela Mang and Bill Reed, the redesign emphasizes revitalizing the natural environment and strengthening the surrounding community. The regenerative concept ensures the building's capacity for continuous renewal, making it future-proof and relevant over time. The design transforms what was once a placeless space—devoid of unique local identity—into an adaptive, contextually harmonious environment that responds to local needs and characteristics. Through a balance of tradition and innovation, the proposed redesign positions the market as a resilient space capable of withstanding the challenges of globalization while fostering a strong connection to its cultural and social context. This approach ensures that the market remains a vital, functional part of the community for years to come. Keywords: boplo; community; flexible; placeless; regenerative Abstrak Pasar Boplo atau yang dikenal sebagai pasar Gondangdia, merupakan pasar yang dibangun pada tahun 1920-an, oleh N.V de Bouwploeg dan berada di kawasan Nieuw-Gondangdia-Menteng. N.V. Bouwploeg merupakan sebuah biro arsitektur yang bertujuan menata kawasan tersebut menjadi kota taman, dan nama Boplo merupakan pelafalan yang lebih lokal dari kata Bouwploeg oleh warga lokal, yang memiliki arti sebagai ‘kelompok membangun’. Pasar yang pernah mengalami pembangunan ulang pada tahun 2014 akibat kebakaran ini mempunyai arti penting bagi warga lokal pada tahun 1960-1980. Akibat dari globalisasi yang begitu cepat, perubahan kebutuhan dan proses jual-beli barang dan jasa antar manusia dari pembayaran konvensional menjadi pembayaran digital, Pasar Boplo kini mengalami penurunan jumlah pembeli dan penjual. Perubahan-perubahan tersebut menunjukkan bahwa arsitektur perlu fleksibilitas dalam ruangnya, fleksibilitas yang dapat memfasilitasi perubahan fungsi yang terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang kembali bangunan Pasar Boplo, sehingga dapat lebih fleksibel terhadap perubahan fungsi di masa depan. Pendekatan regeneratif, seperti yang dikemukakan oleh Pamela Mang dan Bill Reed, diterapkan dengan tujuan untuk merevitalisasi lingkungan alam dan komunitas di sekitarnya. Konsep ini memungkinkan bangunan untuk terus-menerus memperbarui dirinya seiring waktu. Dalam pengembangan narasi arsitektur, konsep regeneratif diterapkan pada ruang yang awalnya tidak memiliki identitas lokal (placeless), sehingga mampu menciptakan ruang yang adaptif dan selaras dengan kebutuhan serta karakteristik lokal. Bangunan ini dirancang agar tetap relevan dan bertahan menghadapi tantangan globalisasi.
Copyrights © 2025